THE LAW SHORT PRAYERS
I want to ask a kiyai, is it true that abbreviating shalawat is forbidden? If true, is it makruh or unlawful?
Answer
By: Ahmad Syahrin Thoriq
When we read the usual writings we find the words SAW or SWT, which are abbreviated forms of the words shalallahu'alaihi wassalam and subhanahu wata'ala. Abbreviation here is for the purpose of being more practical and not filling the page with just the same words being repeated.
If asked whether abbreviating sentences of blessings and praises to Allah is prohibited or not, then the answer is that in general the scholars forbid this.
Because in the view of the majority of scholars, written law is no different than oral law. So when saying shalallahu'alaihi wassalam is written only with a series of letters like SAW, then it is the same as the law of someone who when praying to the Prophet ﷺ he does not say blessings, but reads "saw".
However, there are those who think it is makruh and there are those who are limited to khilaf al-ulala or disagree with the virtues. In another sense, it shouldn't be abbreviated, if it's shortened anyway, that's okay. And there are no scholars who forbid it as long as the goal is not to humiliate the word.
The following are among the fatwas from the scholars regarding this issue:
Al Imam Ibn Shalah asy Syafi'i Rahimahullah said:
ينبغي God God bless you
“Writers should take care of writing blessings and greetings for the Messenger of Allah ﷺ when mentioning his name. And don't feel bored by repeating the blessings, when repeating the mention of the name of the Prophet ﷺ.
Because there are great benefits that will be obtained by the author of hadith and his writings. Whoever neglects this, means he is kept away from great fortune.”[1]
Al Imam asy Syakhawi asy Syafi'i Rahimahullah said:
واجتنب أيها الكاتب الرمز لها أي للصلاة على رسول الله صلى الله عليه و سلم في خطك بأن تقتصر منها على حرفين ونحو ذلك فتكون منقوصة صورة ...خلاف الأولى.
“O writers, you should stay away from writing symbols of blessings on Rasulullah ﷺ in your writings, that is, you abbreviate them into two letters and the like. So, the form of shalawat will be reduced. This is different from virtue.”[2]
Al imam Abdurrahim al Iraqi asy Syafi'i Rahimahullah said:
ينبغي أن يحافظ على كتب الثناء على الله تعالى عند ذكر اسمه، نحو: عز وجل، وتبارك وتعالى، ونحو ذلك. God bless you. ولا تسأم من تكرر ذلك فأجره عظيم
"You should keep writing praises to Allah ta'ala when mentioning His name, such as: 'Azza wa Jalla, tabaraka wa ta'ala, and similar sentences.
Likewise writing blessings and greetings to the Prophet ﷺ when mentioning his name. And let the writer not get bored from repeating it because there is great reward.”[3]
Al Imam Ibn Hajar al Haitsami Asy Syafi'i Rahimahullah said:
وكذا اسم رسوله بأن يكتب عقبه - صلى الله عليه وسلم - فقد جرت به عادة الخلف كالسلف ولا يختصر كتابتها بنحو صلعم فإنه عادة المحرومين
“... Likewise, when writing the name of the Messenger of Allah, you should write shalallahu'alaihi wassalam which goes along with the name of Rasulullah ﷺ.
This tradition has been valid among khalaf scholars as well as among salaf scholars. And do not summarize both (shalawat and salam) with a kind of abbreviation "صَلْعَمْ " because that is the behavior of people who are hindered from goodness.”[4]
Al Imam Suyuthi asy Syafi'i Rahimahullah said:
God bless you
"And it is dimakruhkan to abbreviate blessings and greetings or make symbols with them when writing them. Which should both be written perfectly.”[5]
Al Imam Ibn al 'Aini al Hanafi Rahimahullah said:
واجتنب الرمز لها والحذفا منها صلاة أو سلاما
"And should be kept away from summarizing and throwing away the letters of salawat or greetings."[6]
Different opinions
However, it is undeniable that there are scholars who say that shortening blessings on the Prophet ﷺ is not makruh or permissible. As long as these abbreviations and symbols are understood by many people and do not cause any misunderstandings that change the meaning.
Al Imam Iraqi says:
لكن وجد بخط الذهبي وبعض الحفاظ كتابتها
"However, it has been found that the handwriting of al Imam Adz Dzahabi and also some scholars of hadith experts shortened blessings to the Prophet..."[7]
The opinion that allows abbreviating the writing of this shalawat was stated by Shaykh al Albani, one of the contemporary scholars from Jordan.
Conclusion
It can be concluded that writing perfectly the lafadz salawat to the Prophet ﷺ is the main and better thing for writers to do.
But for those who choose to abbreviate with certain considerations and because there are benefits such as saving pages of writing, or with the intention of the reader not being bored and other reasons, then this is not a matter that deserves to be criticized.
Wallahu a'lam.
HUKUM MENYINGKAT SHALAWAT
Saya ingin bertanya kiyai, apakah benar menyingkat tulisan shalawat itu terlarang ? Jika benar hukumnya makruh atau haram ?
Jawaban
Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq
Ketika kita membaca tulisan lazim kita temui adanya tulisan SAW atau SWT, yang itu merupakan bentuk singkatan dari lafadz shalallahu’alaihi wassalam dan subhanahu wata’ala. Menyingkat di sini tujuannya adalah agar lebih praktis dan tidak memenuhi halaman hanya dengan kata yang sama yang terulang-ulang.
Jika ditanyakan apakah menyingkat kalimat shalawat dan pujian kepada Allah seperti itu dilarang atau tidak, maka jawabannya adalah bahwa umumnya para ulama melarang akan hal ini.
Karena dalam pandangan mayoritas ulama, hukum tulisan itu tak ubahnya seperti halnya hukum lisan. Maka ketika lafadz shalallahu’alaihi wassalam itu ditulis hanya dengan rangkaian huruf seperti SAW, maka itu sama dengan hukum seseorang yang ketika bershalawat kepada Nabi ﷺ ia tidak mengucap shalawat ,tapi membaca “saw’.
Hanya memang kemudian hukum larangannya itu ada yang berpendapat makruh dan ada yang sebatas khilaf al aula atau menyelisihi keutamaan. Dalam arti lain sebaiknya tidak disingkat, kalau toh disingkat ya tidak apa-apa. Dan tidak ada ulama yang sampai mengharamkan selama tujuannya bukan untuk merendahkan lafadz tersebut.
Berikut di antara fatwa dari para ulama tentang permasalahan ini :
Al Imam Ibnu Shalah asy Syafi’i rahimahullah berkata :
ينبغي له أن يحافظ على كتابة الصلاة والتسليم على رسول الله صلى الله عليه وسلم عند ذكره ، ولا يسأم من تكرير ذلك عند تكرره فإن ذلك من أكبر الفوائد التي يتعجلها طلبة الحديث وكتبته ، ومن أغفل ذلك فقد حرم حظا عظيما
“Hendaknya para penulis menjaga penulisan shalawat dan salam untuk Rasulullah ﷺ ketika menyebut nama beliau. Dan tidak merasa bosan dengan mengulang-ulang tulisan shalawat, ketika mengulang penyebutan nama Nabi ﷺ.
Karena ada manfaat besar yang akan didapatkan oleh penulis hadits dan tulisannya. Siapa yang melalaikan hal ini, berarti dia dijauhkan dari keberuntungan yang besar.”[1]
Al Imam asy Syakhawi asy Syafi’i rahimahullah berkata :
واجتنب أيها الكاتب الرمز لها أي للصلاة على رسول الله صلى الله عليه و سلم في خطك بأن تقتصر منها على حرفين ونحو ذلك فتكون منقوصة صورة ...خلاف الأولى.
“Wahai para penulis, hendaknya engkau menjauhi penulisan simbol dari shalawat kepada Rasulullah ﷺ dalam tulisanmu, yaitu engkau menyingkatnya menjadi dua huruf dan yang semisalnya. Maka jadilah bentuk shalawatnya menjadi berkurang. Ini adalah menyelisihi keutamaan.”[2]
Al imam Abdurrahim al Iraqi asy Syafi’i rahimahullah berkata :
ينبغي أن يحافظ على كتب الثناء على الله تعالى عند ذكر اسمه، نحو: عز وجل، وتبارك وتعالى، ونحو ذلك. وكذلك كتابة الصلاة والتسليم على النبي - صلى الله عليه وسلم -، عند ذكره. ولا تسأم من تكرر ذلك فأجره عظيم
“Hendaknya tetap dijaga penulisan pujian kepada Allah ta’ala ketika menyebut namaNya seperti : ‘Azza wa Jalla, tabaraka wa ta’ala, dan kalimat semisalnya.
Demikian juga penulisan shalawat dan salam kepada Nabi ﷺ ketika menyebut namanya. Dan janganlah penulis merasa bosan dari mengulang-ulangnya karena ada pahala yang besar.”[3]
Al Imam Ibnu Hajar al Haitsami Asy Syafi’i rahimahullah berkata :
وكذا اسم رسوله بأن يكتب عقبه - صلى الله عليه وسلم - فقد جرت به عادة الخلف كالسلف ولا يختصر كتابتها بنحو صلعم فإنه عادة المحرومين
“...Demikian pula ketika menulis nama Rasulullah supaya menuliskan shalallahu'alaihi wassalam yang beriring dengan nama Rasulullah ﷺ.
Tradisi ini sudah berlaku di tengah-tengah kalangan ulama khalaf seperti halnya berlaku di kalangan ulama salaf. Dan tidak meringkas keduanya (shalawat dan salam) dengan semacam singkatan "صَلْعَمْ " karena hal tersebut adalah perilaku kaum yang terhalang dari kebaikan.”[4]
Al imam Suyuthi asy Syafi’i rahimahullah berkata :
ويكره الاقتصار على الصلاة أو التسليم والرمز إليهما في الكتابة، بل يكتبهما بكمالهما
“Dan dimakruhkan menyingkat shalawat atau salam atau membuat simbol dengannya ketika menulisnya. Yang seharusnya keduanya ditulis dengan sempurna.”[5]
Al Imam Ibnu al ‘Aini al Hanafi rahimahullah berkata :
واجتنب الرمز لها والحذفا منها صلاة أو سلاما
“Dan hendaknya dijauhi dari meringkas dan membuang huruf-huruf lafadz shalawat ataupun salam.”[6]
Pendapat yang berbeda
Namun tidak bisa dipungkiri adanya ulama yang mengatakan bahwa menyingkat shalawat kepada Nabi ﷺ hukumnya tidak makruh alias boleh-boleh saja. Selama singkatan dan simbol tersebut telah dipahami oleh orang banyak dan tidak menyebabkan adanya kesalahan baca yang merubah makna.
Al Imam Iraqi berkata :
لكن وجد بخط الذهبي وبعض الحفاظ كتابتها
“Akan tetapi telah ditemukan adanya tulisan tangan al Imam Adz Dzahabi dan juga sebagian para ulama ahli hadits yang menyingkat shalawat kepada Nabi...”[7]
Pendapat yang membolehkan menyingkat tulisan shalawat ini diantaranya dinyatakan oleh Syaikh al Albani, salah satu ulama kontemporer asal Yordania.
Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa menulis secara sempurna lafadz shalawat kepada Nabi ﷺ adalah perkara yang utama dan lebih baik untuk dilakukan oleh para penulis.
Namun bagi yang memilih untuk menyingkat dengan pertimbangan tertentu dan karena adanya maslahat seperti menghemat halaman tulisan, atau dengan niatan pembaca tidak jemu dan alasan lainnya, maka hal ini bukanlah perkara yang sepantasnya untuk dicela.
Wallahu a’lam.