Skip to main content

Hukum Daging Qurban Nadzar

𝗛𝗨𝗞𝗨𝗠 𝗗𝗔𝗚𝗜𝗡𝗚 𝗤𝗨𝗥𝗕𝗔𝗡 𝗡𝗔𝗗𝗭𝗔𝗥


_Izin Yai, selama ini kami tahunya bahwa daging qurban yang wajib seperti nadzar maka shahibul qurbannya tidak boleh ikut memakan dagingnya. Dan apakah daging qurban nadzar hanya boleh didistribusikan kepada faqir miskin saja ?_

✔️𝗝𝗮𝘄𝗮𝗯𝗮𝗻

_Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq_

Tentang hukum orang yang bernadzar untuk berqurban apakah ia boleh atau tidak memakan dagingnya sebenarnya ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Sebagian ahli ilmu ada yang mengharamkan, namun sebagian yang lainnya mengatakan hukumnya boleh. Jadi ini adalah ranah khilafiyah, bukan hal yang sifatnya mutlaq alias disepakati oleh ulama.

Disebutkan dalam al Mausu’ah :

أما إذا وجبت الأضحية ففي حكم الأكل منها اختلف الفقهاء

“...Adapun jika qurban yang wajib, maka hukum memakan sebagian dagingnya (bagi orang yang berqurban)  hukumnya diperbeda pendapatkan oleh para fuqaha.”[1]

𝟭. 𝗞𝗮𝗹𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗺𝗲𝗹𝗮𝗿𝗮𝗻𝗴

Kalangan Hanafiyah dan pendapat yang mu’tamad dari madzhab Syafi’i menyatakan bahwa tidak boleh bagi orang yang berqurban nadzar untuk memakan daging hewannya. Semuanya harus dibagikan kepada orang lain.

Dalam pandangan kelompok pendapat ini mengapa qurban nadzar itu tidak boleh dimakan oleh pemiliknya, karena pada hakikatnya ia telah berjanji dengan qurbannya itu untuk bersedekah. 

Dan tentu tidak bisa disebut sedekah jika pemiliknya sendiri yang ikut menerimanya. Sehingga Qurban karena ia sudah menjadi sedekah, harus dibagikan secara keseluruhan.

Berkata As Saghnaqi al Hanafi rahimahullah :

وأمّا في ‌الأضحية المنذورة سواء كانت من الغني أو الفقير فليس لصاحبها

“Adapun qurban yang dinadzarkan baik dari orang kaya maupun orang miskin, maka tidak boleh bagi yang berqurban untuk memakan dagingnya.”[2]

Ibnu Najim al Hanafi rahimahullah berkata :

لا يجوز ‌الأكل من بقية الهدايا كدماء الكفارات كلها والنذور

 “Tidak dibolehkan untuk memakan semua bagian dari sembelihan dam (denda), kafarat dan nadzar.”[3]

Al imam Ramli asy Syafi’i berkata :

فيحرم عليه أكله من ‌الأضحية ‌الواجبة

“Maka diharamkan bagi seseorang dari ikut memakan qurban wajibnya.”[4]

Syaikh Muhammad Syatha ad Dimyathi asy Syafi’i berkata :

‌ويحرم ‌الاكل ‌من ‌أضحية ‌أو ‌هدي ‌وجبا ‌بنذره

 “Dan diharamkan dari memakan daging qurban atau sembelihan yang wajib karena nadzar.”[5]

𝟮. 𝗞𝗮𝗹𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗼𝗹𝗲𝗵𝗸𝗮𝗻

Kalangan ulama Malikiyyah dan pendapat yang kuat dari Hanabilah lalu juga diikuti oleh sebagian syafi’iyyah  menyatakan bahwa hukum orang yang bernadzar dengan qurbannya tetap dibolehkan untuk memakan sebagian daging dari hewan sembelihannya.

Dalil yang digunakan oleh kalangan ini adalah keumuman perintah dalam syariat baik dalam al Qur’an maupun hadits-hadits yang membolehkan untuk memakan daging qurban tanpa adanya pengecualian apapun. Seperti firman Allah ta’ala :

فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ

“Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang kesulitan dan fakir.” (QS. Al Hajj : 28)

Kalangan Malikiyah dan Hanabilah menambahkan bahwa qurban nadzar itu tidak ada bedanya dengan qurban sunnah kecuali ia wajib untuk dilaksanakan karena sudah termasuk janji yang harus ditepati. Tapi nadzar tidak merubah esensi qurban yang disembelih untuk dinikmati dagingnya oleh siapapun termasuk pemiliknya.

Berikut diantara beberapa petikan fatwa pendukung pendapat yang kedua ini :

𝗠𝗮𝗹𝗶𝗸𝗶𝘆𝗮𝗵

Muhammad bin Yusuf al Maliki rahimahullah berkata :

 وأما ‌النذر ‌المضمون إذا لم يسمه للمساكين يأكل منه بعد

“Adapun qurban nadzar yang tidak dikhususkan untuk diberikan kepada orang-orang miskin maka diperbolehkan untuk turut memakannya.”[6]

Muhamad al A’mami rahimahullah berkata :

‌النذر المعين للمساكين، كقوله: علي أن أهدي هذه البدنة للمساكين، فليس له أن يأكل منه مطلقا، وأما ‌النذر المضمون فكالتطوع

“Adapun qurban nadzar yang dikhususkan kepada orang miskin, seperti orang yang mengatakan : ‘Aku membagikan daging qurbanku ini hanya untuk orang miskin,’ maka dia tidak boleh memakan dagingnya secara mutlak. Sedangkan nadzar yang sifatnya umum maka ia tak ubahnya seperti qurban yang sunnah.”[7]

𝗛𝗮𝗻𝗮𝗯𝗶𝗹𝗮𝗵

Al Imam Zarkasyi rahimahullah berkata :

كالأضحية المنذورة على قول الأكثرين... جواز الأكل من ‌الأضحية المنذورة أيضا

“Seperti halnya qurban yang dinadzarkan maka kebanyakannya berpendapat bolehnya juga memakan qurban nadzar.”[8]

𝗦𝗲𝗯𝗮𝗴𝗶𝗮𝗻 𝗦𝘆𝗮𝗳𝗶’𝗶𝘆𝘆𝗮𝗵

Berkata al imam ar Ruyani rahimahullah :

وقال بعض أصحابنا بخراسان: يجوز ‌الأكل من ‌الأضحية ‌الواجبة، لأن لفظ الأضحية دليل على جواز ‌الأكل

 “Dan sebagian Syafi’iyyah di Khurasan menyatakan bolehnya memakan qurban yang wajib. Karena lafadz qurban itu sendiri menunjukkan kebolehannya secara asal untuk dimakan dagingnya.”[9]

𝘼𝙥𝙖𝙠𝙖𝙝 𝙝𝙖𝙣𝙮𝙖 𝙪𝙣𝙩𝙪𝙠 𝙛𝙖𝙦𝙞𝙧 𝙢𝙞𝙨𝙠𝙞𝙣 ?

Ulama juga berbeda pendapat tentang apakah nadzar itu hanya boleh didistribusikan kepada faqir miskin ataukah ke semua pihak termasuk orang kaya ? Kalangan Malikiyah, Hanabilah sebagian syafi’iyyah, mengatakan boleh dibagikan sebagaimana cara pembagian qurban pada umumnya.

Demikian juga kalangan Madzhab Hanafi menyeberang turut mendukung bolehnya membagikan daging qurban nadzar kepada orang kaya sebagaimana yang dinyatakan oleh al imam Ibnu Abidin dan juga al imam al Kasani rahimahumallah.[10]

Sedangkan pendapat yang mu’tamad dari madzhab Syafi’iyah mengatakan hanya boleh diberikan kepada para faqir miskin saja.[11]

𝗞𝗲𝘀𝗶𝗺𝗽𝘂𝗹𝗮𝗻

Tentang hukum daging hewan qurban yang wajib yakni karena sebab nadzar ulama berbeda pendapat, sebagian mengharamkan pemiliknya dari memakan sebagian dagingnya, sedangkan mayoritas ulama membolehkan.

 Sedangkan untuk distribusinya, mayoritas ulama mengatakan ia boleh dibagikan kepada siapapun dari kaum muslimin, baik dari kalangan orang kayanya maupun yang miskin.

Sehingga panitia Qurban tidak usah resah dalam hal ini. Jika memang suatu hal yang merepotkan bila harus memilah daging qurban nadzar, maka bisa mengikuti pendapat mayoritas ulama yang membolehkan ia dibagikan sebagaimana qurban sunnah.


Law of Sacrificial Meat Vocational

_Permission Yai, all this time we know that the obligatory qurban meat is like a vow, so the shahibul qurban cannot eat the meat. And can the meat of qurban vows only be distributed to the poor? 


✔️The answer response reply respond rejoinder replication



_By: Ahmad Syahrin Thoriq_


Regarding the ruling on a person making a vow to make a sacrifice, whether or not he may or may not eat its meat, there is actually a difference of opinion among the scholars. Some scientists say it is forbidden, but some others say it is permissible. So this is the realm of khilafiyah, not something that is absolute or agreed upon by the scholars. 


Mentioned in al Mausu'ah:


أما إذا وجبت الأضحية ففي حكم الأكل منها اختلف الفقهاء


"...As for the obligatory sacrifice, then the law on eating part of the meat (for the person making the sacrifice) is of different opinion among the jurists."[1]


1. Forbidden Circles

The Hanafiyah and mu'tamad opinions of the Shafi'i school state that it is not permissible for a person who makes a vow to eat the animal's flesh. Everything must be shared with others. 


In the view of this group, the opinion why the qurban votive cannot be eaten by the owner, because in essence he has promised with his qurban to give alms. 


And of course it cannot be called alms if the owner himself also accepts it. So that the Qurban, because it has become charity, must be shared as a whole. 


As Saghnaqi al Hanafi Rahimahullah said:


وأمّا في ‌الأضحية المنذورة سواء كانت من الغني أو الفقير فليس لصاحبها


"As for the sacrifices made, both from the rich and the poor, it is not permissible for those who make sacrifices to eat their flesh."[2]


Ibn Najim al Hanafi Rahimahullah said:


لا يجوز ‌الأكل من بقية الهدايا كدماء الكفارات كلها والنذور


"It is not permissible to eat all the parts of the dam (fine), expiation and vows."[3]


Al Imam Ramli asy Syafi'i said:


فيحرم عليه أكله من ‌الأضحية ‌الواجبة


"So it is forbidden for someone from participating in eating his obligatory sacrifice."[4]


Shaykh Muhammad Syatha ad Dimyathi asy Syafi'i said:


‌ويحرم ‌الاكل ‌من ‌أضحية ‌أو ‌هدي ‌وجبا ‌بنذره


"And it is forbidden to eat qurban meat or obligatory sacrifices because of vows."[5]

2. Permitting Circle

The Malikiyyah scholars and the strong opinion of Hanabilah were also followed by some of the Syafi'iyyah stated that it is permissible for a person who makes a vow with his qurban to eat some of the meat from the animal slaughtered. 


The argument used by these circles is the generality of the commandments in the Shari'a both in the Qur'an and the hadiths which allow eating qurbani meat without any exceptions. As Allah says:


فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ


"Then eat part of it and (part of it) give it to be eaten by people who are in need and needy." (Q.S Al-Hajj: 28)


The Malikiyah and Hanabilah groups add that the nadzar qurban is no different from the sunnah qurban except that it is obligatory to carry out because it includes a promise that must be kept. But the vow does not change the essence of the qurban which is slaughtered so that its meat can be enjoyed by anyone, including the owner. 


The following are some of the fatwa excerpts supporting this second opinion:


𝗠𝗮𝗹𝗶𝗸𝗶𝘆𝗮𝗵


Muhammad bin Yusuf al Maliki Rahimahullah said:


God bless you


"As for qurban vows that are not specifically given to poor people, it is permissible to eat them too."[6]


Muhammad al A'mami Rahimahullah said:


God bless you: God bless you: God bless you God كالتطوع


"As for qurban vows that are specifically for the poor, such as someone who says: 'I distribute the meat of my qurban only for the poor,' then he absolutely cannot eat the meat. As for vows that are general in nature, they are like a sunnah sacrifice.”[7]


𝗛𝗮𝗻𝗮𝗯𝗶𝗹𝗮𝗵


Al Imam Zarkasyi Rahimahullah said:


كالأضحية المنذورة على قول الأكثرين... جواز الأكل من ‌الأضحية المنذورة أيضا


"Like the sacrifice made, most people think that it is permissible to eat the vowed sacrifice."[8]


𝗦𝗲𝗯𝗮𝗴𝗶𝗮𝗻 𝗦𝘆𝗮𝗳𝗶’𝗶𝘆𝘆𝗮𝗵


Al Imam Ar Ruyani Rahimahullah said:


وقال بعض أصحابنا بخراسان: يجوز ‌الأكل من ‌الأضحية ‌الواجبة، لأن لفظ الأضحية دليل على جواز ‌الأكل


"And some Shafi'iyyah in Khurasan stated that it is permissible to eat the obligatory qurbani. Because the lafadz qurban itself shows its permissibility in origin to eat its meat."[9]




Scholars also differ on whether the vows should only be distributed to the poor or to all parties, including the rich. The Malikiyah group, Hanabilah, some of the syafi'iyyah, said that it may be distributed in the same way as the distribution of qurban in general. 


Likewise, the Hanafi school of thought also supports the permissibility of distributing votive qurbani meat to the rich as stated by al Imam Ibnu Abidin and also al Imam al Kasani Rahimahumallah.[10]


Meanwhile, the mu'tamad opinion of the Syafi'iyah school says that it should only be given to the poor.[11]


𝗞𝗲𝘀𝗶𝗺𝗽𝘂𝗹𝗮𝗻


Regarding the law on the meat of sacrificial animals that is obligatory, namely because of the vows the scholars differed in opinion, some forbade the owner from eating part of the meat, while the majority of the scholars allowed it. 


As for its distribution, the majority of scholars say it may be distributed to anyone from among the Muslims, both from among the rich and the poor. 


So that the Qurban committee does not have to worry about this. If indeed it is a troublesome matter if you have to sort the meat of a votive qurban, then you can follow the opinion of the majority of scholars who allow it to be distributed like qurban sunnah. 


📚Wallahu a'lam. 

•┈┈•••○○❁༺αѕт༻❁○○•••┈┈•

[1] Al Mausu'ah Fiqhiyah al Kuwaitiyah (6/115)

[2] An Nihayah fi Syarh al Hidayah (23/38)

[3] Bahrur Raqaiq (3/76)

[4] Fatawa ar Ramli (4/69)

[5] I'anah ath Talibin (2/378)

[6] Taj al Iklil (4/282)

[7] 'Aun al Matin p. 445

[8] Syarh az Zarkasyi (7/28)

[9] Bahrul Madzhab (4/100)

[10] Al Mausu'ah Fiqhiyah al Kuwaitiyah (6/115)

[11] Al Muhadzdzab (1/245)


📚Wallahu a’lam.
•┈┈•••○○❁༺αѕт༻❁○○•••┈┈•
[1] Al Mausu’ah Fiqhiyah al Kuwaitiyah (6/115)
[2] An Nihayah fi Syarh al Hidayah (23/38)
[3] Bahrur Raqaiq (3/76)
[4] Fatawa ar Ramli (4/69)
[5] I’anah ath Thalibin (2/378)
[6] Taj al Iklil (4/282)
[7] ‘Aun al Matin hal. 445
[8] Syarh az Zarkasyi (7/28)
[9] Bahrul Madzhab (4/100)
[10] Al Mausu’ah Fiqhiyah al Kuwaitiyah (6/115)
[11] Al Muhadzdzab (1/245)

Comments