ABOUT REBO WEKASAN
With the kiyai's permission, I would like to ask about Rebo Wekasan.
Answer
By: Ahmad Syahrin Thoriq
Rebo Wekasan is a term that is widely known among some Indonesian people, especially on the island of Java. Literally rebo wekasan means last Wednesday, believe the term given to the last Wednesday of the month of Safar every year. What's wrong with Wednesday?
It is believed that on the day in question many disasters will be sent down to the earth, so that some people then practice several practices such as prayer, dhikr and praying to be protected from the disasters that are descending. Is there any basis for this belief?
If we trace it in the hadiths of the Prophet sallallaahu'alaihi wassalam, we can be sure that there is not a single valid narration that mentions this. In fact, none of the classical scholars of the four schools of thought mentioned or discussed it.
We find the source of this information mentioned in later books such as the book Kanzun Najah page 49 by Abdul Hamid bin Muhammad Ali Quds, a scholar who lived in the 1800s AD. '
In the book it says:
ذكر بعض العارفين من اهل الكشف والتمكين انه ينزل في كل سنة ثلاثمائة God willing ر فيكون ذلك اليوم اصعب ايام السنة.
"Among the scholars, experts in wisdom and experts in kasyf, it is said that Allah subhanahu wa ta'ala sent down 320,000 disasters and calamities (calamities) on the last Wednesday of the month of Safar. It will be a tough day of the year.”
The book then explains the practice of praying to avoid evil by praying 4 raka'ats and reading surah al Kautsar 17 times and al Ikhlas 5 times.
However, what is stated in this book is not mentioned in any mu'tabarah book from any school of jurisprudence. Because of this, scholars generally say that believing that Wednesday at the end of the month of Safar is an "unlucky" day does not have a strong basis in religion. And there are no special practices performed on that day.
In fact, this is seen as one of the Jahiliyah beliefs because it considers the month of Shafar to be one of the bad months of the year as mentioned in the Nabawi hadiths which include:
لاَ عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ وَلاَ هَامَةَ وَلاَ صَفَرَ
"There is no transmission of disease (by itself), there is no tiyarah (bad luck due to what is seen or heard), there are no birds that indicate death, and there is no bad luck in the month of Shafar." (HR. Bukhari and Muslim)
Meanwhile, there are some parties who allow absolute sunnah prayers or reading prayers to ward off evil because this is a general practice that is not bound by certain times, places and conditions.
This is, for example, as stipulated in the 1978 Central Java NU deliberation decision in Magelang which emphasized that the special Rebo wekasan prayer is haram, unless the sunnah mutlaqah prayer or the intention is to pray hajat.
Also in the 25th NU congress in Surabaya which was held on 20-25 December 1971 AD, it was stipulated that there was no legal basis for praying, unless absolute prayer was performed.
Wallahu a'lam.
TENTANG REBO WEKASAN
Izin kiyai saya ingin bertanya tentang Rebo wekasan.
Jawaban
Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq
Rebo Wekasan adalah sebuah istilah yang dikenal luas di sebagian masyarakat Indonesia terkhususnya di daerah pulau Jawa. Secara harfiyah rebo wekasan artinya rabu terakhir, yakini istilah yang diberikan untuk hari Rabu terakhir dari bulan Safar setiap tahunnya. Ada apa dengan hari Rabu tersebut ?
Diyakini bahwa pada hari yang dimaksud akan diturunkan banyak bala bencana ke bumi, sehingga kemudian sebagian orang mengamalkan beberapa amalan seperti shalat, dzikir dan berdoa agar dihindarkan dari bala yang sedang turun tersebut. Apakah keyakinan ini ada dasarnya ?
Jika kita melacaknya dalam hadits-hadits Nabi shalallahu’alaihi wassalam, dapat dipastikan tak satupun riwayat valid yang menyebutkan akan hal ini. Bahkan tidak ada satupun dari ulama klasik empat madzhab yang menyebutkan atau membahasnya.
Kami mendapatkan sumber informasi ini disebutkan dalam kitab belakangan seperti kitab Kanzun Najah halaman 49 karya Abdul Hamid bin Muhammad Ali Quds, ulama yang hidup di tahun 1800 an Masehi. ‘
Di dalam kitab tersebut dikatakan :
ذكر بعض العارفين من اهل الكشف والتمكين انه ينزل في كل سنة ثلاثمائة الف بلية وعشرين الفا من البليات وكل ذلك في يوم الاربعاء الاخير من صفر فيكون ذلك اليوم اصعب ايام السنة.
“Diantara para ulama ahli hikmah dan ahli kasyaf berkata sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan 320.000 bala dan malapetaka ( musibah) di hari Rabu terakhir pada bulan Shafar. Hari tersebut akan menjadi hari yang berat dalam setahun.”
Dalam kitab tersebut kemudian menerangkan amalan untuk mengerjakan shalat agar terhindar dari bala dengan mengerjakan shalat 4 raka’at dan membaca surah al Kautsar sebanyak 17 kali dan al Ikhlas 5 kali.
Namun apa yang dinyatakan dalam kitab ini tidak disebutkan dalam satupun kitab mu’tabarah dari madzhab fiqih manapun. Karena hal inilah kemudian umumnya ulama mengatakan bahwa meyakini hari Rabu dari akhir bulan Shafar sebagai hari yang“sial” adalah tidak memiliki dasar yang kuat dalam agama. Dan tidak ada amalan khusus yang dikerjakan di hari tersebut.
Bahkan ini dipandang sebagai salah satu keyakinan Jahiliyah karena menganggap bulan Shafar sebagai salah satu bulan yang buruk dalam setahun sebagaimana yang disdbutkan dalam hadits-hadits Nabawi yang diantaranya berbunyi :
لاَ عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ وَلاَ هَامَةَ وَلاَ صَفَرَ
“Tidak ada penularan penyakit (dengan sendirinya), tidak ada tiyarah (kesialan karena apa yang dilihat atau didengar), tidak ada burung yang menunjukkan kematian, dan tidak ada kesialan di bulan Shafar.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sedangkan sebagian pihak ada yang membolehkan shalat sunnah mutlak atau membaca doa tolak bala karena ini tersebut amalan umum yang tidak terikat waktu, tempat dan kondisi tertentu.
Hal ini misalnya seperti yang ditetapkan dalam keputusan musyawarah NU Jawa Tengah tahun 1978 di Magelang yang menegaskan bahwa shalat khusus Rebo wekasan hukumnya haram, kecuali jika diniati shalat sunnah mutlaqah atau niat shalat hajat.
Juga dalam muktamar ke 25 NU di Surabaya yang dilaksanakan pada tanggal 20-25 Desember 1971 M menetapkan larangan shalat yang tidak ada dasar hukumnya ini, kecuali bila diniati shalat mutlak.
Wallahu a’lam.
Comments