3 Xi Jinping's 'Crazy' Policies for Chinese-Style Religious Intervention
Xi Jinping's 'madness' intervenes in religion to suit China's values. (MARK R. CRISTINO/Pool via REUTERS)
-- Chinese President, Xi Jinping is again a hot topic of discussion for his intervention to change Chinese-style religion.
Most recently, the Chinese government announced that it wanted to modify the holy book Al-Quran into a Chinese version that includes Confucian values. This draft change has been planned since 2018, targeting Xinjiang, the southwest region of China which is predominantly inhabited by Muslims.
China is known as a country led by the communist party, blocking outside influence by asking domestic religious groups to obey and be loyal to the state.
Quoted from VOA, the Chinese Communist Party has even started implementing restrictions and strengthening regulations on places of worship as a further step towards religious freedom since last August.
Religious places are expected to support the leadership of the communist party, the socialist system and Xi Jinping's new socialist era with Chinese characteristics.
Here are Xi Jinping's three crazy rules for Chinese-style religious intervention.
1. Change the Confucian version of the Koran
Xi Jinping's government, which comes from the communist party, continues to strive to incorporate Chinese values in every religion.
Observers believe that one of the reasons Xi Jinping wants to change the Koran into a Chinese version is to prevent foreign features from becoming more dominant in the country.
The new version of the Koran will remove content of Islamic beliefs that conflict with the communist party.
The Chinese government even held a meeting between 16 religious experts from the communist party's central committee at the end of last month. They claim that by evaluating holy books, they can prevent extreme thinking and heretical views that endanger the country.
One of the history professors at Frostburg State University, Haiyun Ma, this government action is trying to change non-Chinese culture into Chinese culture.
2. Prohibition of Religion for Communist Party Members
The number of communist party members currently numbers more than tens of millions. One of the extreme rules applied to members of the Chinese Communist Party (CCP) is that they are prohibited from embracing certain religions. In fact, families of CCP members are asked not to publicly participate in any religious activities.
"Party members may not have religious beliefs, which is a limitation for all members... "Party members must be firm Marxist atheists, obey party rules and adhere to party beliefs, they are not allowed to seek values and beliefs in religion," said Wang Zuoan, director of the State Administration for Religious Affairs (SARA), writing in an article in the JournalQiushi, quoted from The Economic Times.
The government also implements an atheist education curriculum in elementary schools to universities to ensure that other religions do not influence it.
Communist party members who are found to have a religion will be asked to give up their religion. This prohibition was based on the communist party leaders' fear of potential divisions due to matters of belief and religion.
3. Catholic bishops must be selected and approved by Xi Jinping
Not only intervening in the Islamic religion, President Xi also intervened in Catholic religious affairs.
China reportedly appointed bishop Shen Bin directly without approval from the Vatican. China's unilateral appointment of unauthorized bishops violates a bilateral agreement made with the Vatican in 2018.
Quoted from the Associated Press, even the Vatican learned of Bishop Shen's unilateral appointment as leader of the Shanghai church in April from media reports.
This is not the first time China has taken its own decisions regarding the appointment of bishops. Previously, China secretly ordained Bishop Giovanni Peng Weizhao in 2014. Since 1950, there has been conflict between underground groups supporting the pope and the official church supported by the state.
Critics, including 90-year-old Cardinal Joseph Zen, the former archbishop of Hong Kong, criticized the unilateral appointment policy as offering too many concessions to China, reported by Reuters.
3 Kebijakan 'Sinting' Xi Jinping Intervensi Agama ala China
'Kegilaan' Xi Jinping mengintervensi agama agar sesuai nilai China. (MARK R. CRISTINO/Pool via REUTERS)
-- Presiden China, Xi Jinping kembali menjadi topik hangat perbincangan atas intervensinya untuk mengubah agama ala China.
Terbaru, pemerintah China mengumumkan ingin memodifikasi kitab suci Al Quran kedalam versi China yang memasukkan nilai-nilai Konghucu. Rancangan perubahan ini telah dicanangkan sejak Tahun 2018 dengan menargetkan Xinjiang, wilayah barat daya China yang mayoritas dihuni umat Muslim.
China dikenal sebagai negara yang dipimpin oleh partai komunis, menutup pengaruh luar dengan meminta kelompok agama di dalam negeri patuh dan setia kepada negara.
Dikutip dari VOA, Partai Komunis China bahkan mulai menerapkan pembatasan dan memperkuat peraturan tempat beribadah sebagai langkah lanjutan atas kebebasan beragama sejak bulan Agustus lalu.
Tempat-tempat keagamaan diharapkan mendukung kepemimpinan partai komunis, sistem sosialis, dan era baru sosialis Xi Jinping dengan karakteristik Tiongkok.
Berikut tiga aturan sinting Xi Jinping intervensi agama ala China.
1. Ubah Al Quran versi konfusianisme
Pemerintahan Xi Jinping yang berasal dari partai komunis terus berupaya memasukkan nilai-nilai China dalam setiap agama.
Para pengamat menilai bahwa salah satu alasan Xi Jinping ingin mengubah Al Quran ke dalam versi China adalah mencegah fitur-fitur asing lebih dominan di negara tersebut.
Versi Al Quran baru akan menghapus konten kepercayaan Islam yang bertentangan dengan partai komunis.
Pemerintah China bahkan mengadakan pertemuan antara 16 ahli agama dari komite pusat partai komunis pada akhir bulan lalu. Mereka mengklaim bahwa dengan mengevaluasi kitab suci, mereka bisa mencegah pemikiran ekstrem dan pandangan sesat yang membahayakan negara.
Salah satu profesor sejarah di Frostburg State University, Haiyun Ma, tindakan pemerintah ini berusaha mengubah budaya non-China menjadi kebudayaan China.
2. Larangan Menganut Agama Bagi Anggota Partai Komunis
Jumlah anggota partai komunis hingga saat ini berjumlah lebih dari puluhan juta jiwa. Salah satu aturan ekstrem yang diterapkan bagi anggota Partai Komunis China (PKC) adalah dilarang memeluk agama tertentu. Bahkan, keluarga anggota PKC diminta untuk tidak secara publik berpartisipasi dalam kegiatan agama apapun.
"Anggota partai tidak boleh memiliki keyakinan agama, yang merupakan batasan bagi semua anggota...Anggota partai harus menjadi ateis Marxis yang tegas, mematuhi aturan partai dan berpegang teguh pada keyakinan partai, mereka tidak diperbolehkan mencari nilai dan keyakinan pada agama ," kata Wang Zuoan, direktur Administrasi Negara untuk Urusan Agama (SARA), ditulis sebuah artikel dalam Jurnal Qiushi, dikutip dari The Economic Times.
Pemerintah juga menerapkan kurikulum pendidikan ateis di sekolah dasar hingga perguruan tinggi untuk memastikan agama lain tidak memengaruhi.
Bagi anggota partai komunis yang ketahuan memiliki agama akan diminta untuk menyerah akan agamanya. Larangan ini berdasarkan atas ketakutan pemimpin partai komunis akan potensi perpecahan karena urusan kepercayaan dan agama.
3. Uskup Katolik harus dipilih dan disetujui Xi Jinping
Tidak hanya mengintervensi agama Islam, Presiden Xi juga ikut campur dalam urusan agama Katolik.
China dilaporkan menunjuk langsung uskup Shen Bin tanpa persetujuan dari Vatikan. Penunjukan sepihak uskup yang tidak sah oleh China melanggar perjanjian bilateral yang dibuat dengan Vatikan pada Tahun 2018.
Dikutip dari Associated Press, bahkan pihak Vatikan mengetahui penunjukan sepihak Uskup Shen menjadi pemimpin gereja Shanghai pada bulan April dari laporan media.
Ini bukan kali pertama China mengambil keputusan sendiri terkait pelantikan uskup. Sebelumnya, China pernah menahbiskan Uskup Giovanni Peng Weizhao secara diam-diam pada Tahun 2014. Sejak Tahun 1950, terjadi konflik antara kelompok bawah tanah yang mendukung paus dan gereja resmi yang didukung oleh negara.
Para kritikus, termasuk Kardinal Joseph Zen, berusia 90 tahun, mantan uskup agung Hong Kong, mengecam kebijakan penunjukan sepihak tersebut karena menawarkan terlalu banyak konsesi kepada Tiongkok, dilansir dari Reuters.
Comments