Qurban Untuk Orang Yang Telah Meninggal Dunia

𝗤𝗨𝗥𝗕𝗔𝗡 𝗨𝗡𝗧𝗨𝗞 𝗢𝗥𝗔𝗡𝗚 𝗬𝗔𝗡𝗚 𝗧𝗘𝗟𝗔𝗛 𝗠𝗘𝗡𝗜𝗡𝗚𝗚𝗔𝗟


Izin bertanya kiyai, apakah hukumnya berqurban untuk orang yang telah meninggal dunia seperti untuk kedua orang tua dan lainnya._

 𝗝𝗮𝘄𝗮𝗯𝗮𝗻

_Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq_

 Ulama bersepakat kebolehan menyembelih hewan qurban yang pahalanya untuk orang yang telah meninggal dunia bila itu adalah wasiat si mayit semasa hidupnya, artinya qurban itu kedudukannya untuk memenuhi wasiat tersebut.[1]

Namun  mereka berbeda apabila tidak diwasiatkan, murni inisiatif dari anaknya atau orang lain yang masih hidup. Menurut mayoritas ulama tidak sah, sedangkan sebagian ulama berpendapat hal ini dibolehkan.

𝟭. 𝗬𝗮𝗻𝗴 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗼𝗹𝗲𝗵𝗸𝗮𝗻

 Kalangan Hanafiyah dan Hanabilah adalah yang berpendapat bahwa hal ini dibolehkan. Karena dua madzhab ini memandang qurban hukumnya adalah seperti sedekah yang mana sedekah pahalanya untuk mayit disepakati kebolehannya.[2]

Al Imam Kasani al Hanafi rahimahullah berkata :

وإن كان أحد الشركاء ممن ‌يضحي ‌عن ‌ميت جاز

“Dan jika ada yang berqurban meskipun dengan cara berserikat salah satunya untuk orang yang meninggal dunia, maka hal itu dibolehkan.”[3]

Al Imam Buhuti al Hanbali rahimahullah berkata  :

التضحية (عن ميت أفضل) منها عن حي. قاله في شرحه لعجزه واحتياجه للثواب (ويعمل بها) أي الأضحية عن ميت (ك) أضحية (عن حي) من أكل وصدقة وهدية

“Qurbannya orang yang sudah meninggal dunia bisa jadi lebih utama dari qurbannya orang yang masih hidup. Karena ketidakberdayaan mayyit dan dia lebih membutuhkan pahala. Pelaksanaan qurban atas mayit sama seperti pelaksanaan qurban orang yang hidup, dari sisi yang dimakan dagingnya, disedekahkan dan dihadiahkan.”[4]

Dalilnya :

Diantara dalil yang digunakan oleh kalangan yang membolehkan qurban untuk orang yang telah meninggal adalah riwayat berikut ini :

أن عليا رضي الله عنه كان يضحي عن النبي صلى الله عليه وسلم بكبشين

“Bahwasanya sayidina Ali radhiyallahu’anhu  pernah berqurban atas nama Nabi shalallahu’alaihi wassalam dengan menyembelih dua ekor domba.” (HR. Abu Daud)

𝟮. 𝗬𝗮𝗻𝗴 𝘁𝗶𝗱𝗮𝗸 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗼𝗹𝗲𝗵𝗸𝗮𝗻

            Sedangkan umumnya para ulama mazhab Malikiyah dan Syafi’iyyah mengatakan tidak sah Qurban untuk orang yang telah meninggal dunia.[5]

Karena dalam pandangan ulama kelompok ini, berqurban untuk orang meninggal adalah bentuk mengalihkan amal ibadah kepada pihak lain yang dilarang oleh keumuman ayat surah an Najm ayat 39  :

وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ إِلا مَا سَعَى

“Dan bahwasanya seorang manusia tiada akan memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS. An Najm : 39)

Al Khami al Maliki rahimahullah berkata :

لأنه لا يضحى ‌عن ‌ميت

 “Karena sesungguhnya tidak boleh berqurban untuk orang yang sudah meninggal.”[6]

Berkata al imam Nawawi rahimahullah : 

ولا تضحية عن الغير بغير إذنه ولا عن ميت إن لم يوص بها

“Tidak sah berkurban untuk orang lain (yang masih hidup) dengan tanpa seijinnya, dan tidak juga untuk orang yang telah meninggal dunia apabila ia tidak berwasiat.”[7]

Al imam Ramli rahimahullah berkata :

لا تقع أضحيته عن ميت

 “Tidak boleh berqurban untuk mayit.”[8]

Khatib asy Syarbini rahimahullah berkata :

ولا تضحية عن الغير بغير إذنه ولا عن ميت

“Tidak boleh berqurban untuk orang lain yang bukan karena izinnya, dan tidak boleh juga untuk orang yang sudah meninggal.”[9]

𝙇𝙖𝙡𝙪 𝙗𝙖𝙜𝙖𝙞𝙢𝙖𝙣𝙖 𝙟𝙞𝙠𝙖 𝙣𝙞𝙖𝙩 𝙗𝙚𝙧𝙦𝙪𝙧𝙗𝙖𝙣 𝙞𝙩𝙪 𝙙𝙞𝙖𝙢𝙗𝙞𝙡𝙠𝙖𝙣 𝙙𝙖𝙧𝙞 𝙝𝙖𝙧𝙩𝙖 𝙨𝙞 𝙬𝙖𝙧𝙞𝙨 𝙢𝙚𝙨𝙠𝙞𝙥𝙪𝙣 𝙗𝙪𝙠𝙖𝙣 𝙬𝙖𝙨𝙞𝙖𝙩 ?

Kalangan Hanafiyah dan Hanabilah tentu saja membolehkan, lalu disusul ulama Malikiyah ikut membolehkan tapi dengan adanya kemakruhan, sedangkan madzhab Syafi’iyyah tetap mutlak tidak membolehkan Qurban untuk orang yang telah meninggal dunia yang tanpa wasiat.[10]

Wallahu a'lam.
•┈┈•••○○❁༺αѕт༻❁○○•••┈┈•
[1] Al Mausu’ah Fiiqhiyah al Kuwaitiyah (5/106).
[2] Darr al Mukhtar (5/229), Kasyaful Qina’ (3/18).
[3] Badai’ ash Shanai’ (5/72)
[4] Syarh al Muntaha al Iradat (1/612)
[5] Mughni al Muhtaj (4/292), al Mahalli ‘ala al Minhaj (4/255).
[6] At Tabshirah (7/3471)
[7] Minhaj ath Thalibin (3/333).
[8] Tuhfatul Muhtaj (8/144)
[9] Mughni al Muhtaj (6/137)
[10] Al Bada’i (5/72), Hasyiah Ibn Abidin (5/214), Hasyiah ad Dusuqi (2/122), Nihayatul Muhtaj (8/136), al Mughni ‘ala Syarh al Kabir (11/107).


✅ 𝗤𝗨𝗥𝗕𝗔𝗡 𝗨𝗡𝗧𝗨𝗞 𝗢𝗥𝗔𝗡𝗚 𝗬𝗔𝗡𝗚 𝗧𝗘𝗟𝗔𝗛 𝗠𝗘𝗡𝗜𝗡𝗚𝗚𝗔𝗟

Permission to ask the kiai, is it legal to sacrifice for people who have died like for both parents and others._

𝗝𝗮𝘄𝗮𝗯𝗮𝗻

_By: Ahmad Syahrin Thoriq_

Scholars agree that it is permissible to slaughter sacrificial animals whose reward is for the person who has died if it was a will of the deceased during his lifetime, meaning that the qurban is in a position to fulfill the will.[1]

However, they are different if they are not bequeathed, purely on the initiative of their children or other people who are still alive. According to the majority of scholars it is illegal, while some scholars argue that this is permissible. 

𝟭. 𝗬𝗮𝗻𝗴 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗼𝗹𝗲𝗵𝗸𝗮𝗻

The Hanafiyah and Hanabilah groups are of the opinion that this is permissible. Because these two schools of thought view the legal qurban as being like alms in which the alms reward for the deceased is agreed upon permissibility.[2]

Al Imam Kasani al Hanafi Rahimahullah said:

وإن كان أحد الشركاء ممن ‌يضحي ‌عن ‌ميت جاز

"And if there is someone who sacrifices even though by way of association, one of them is for someone who has died, then it is permissible."[3]

Al Imam Buhuti al Hanbali Rahimahullah said:

التضحية (عن ميت أفضل) منها عن حي. قاله في شرحه لعجزه واحتياجه للثواب (ويعمل بها) أي الأضحية عن ميت (ك) أضحية (عن حي) من أكل وصدقة وهدية

“The sacrifices of people who have died can be more important than the sacrifices of people who are still alive. Because of the helplessness of the deceased and he needs the reward more. The implementation of qurban on dead bodies is the same as the implementation of qurban on living people, from the side that the meat is eaten, donated and given as a gift."[4]

The argument:

Among the arguments used by those who allow qurbani for people who have died are the following narrations:

أن عليا رضي الله عنه كان يضحي عن النبي صلي الله عليه وسلم بكبشين

"That Sayidina Ali radhiyallahu'anhu once sacrificed on behalf of the Prophet sallallaahu'alaihi wassalam by slaughtering two sheep." (Narrated by Abu Dawud)

𝟮. 𝗬𝗮𝗻𝗴 𝘁𝗶𝗱𝗮𝗸 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗼𝗹𝗲𝗵𝗸𝗮𝗻

Whereas in general the scholars of the Malikiyah and Syafi'iyyah schools say that the Qurban for someone who has died is not valid.[5]

Because in the view of the scholars of this group, sacrificing for the dead is a form of diverting the charity of worship to other parties which is prohibited by the generality of the verse of surah an Najm verse 39:

وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ إِلا مَا سَعَى

"And that a human being will not get anything other than what he has worked for." (QS. An Najm: 39)

Al Khami al Maliki Rahimahullah said:

لأنه لا يضحى ‌عن ‌ميت

"Because actually it is not permissible to make sacrifices for people who have died."[6]

Al Imam Nawawi Rahimahullah said:

ولا تضحية عن الغير بغير إذنه ولا عن ميت إن لم يوص بها

"It is not legal to sacrifice for other people (who are still alive) without their permission, and not even for people who have died if they do not have a will."[7]

Al Imam Ramli Rahimahullah said:

لا تقع أضحيته عن ميت

"It is not permissible to sacrifice for the dead."[8]

Khatib asy Syarbini Rahimahullah said:

ولا تضحية عن الغير بغير إذنه ولا عن ميت

"It is not permissible to sacrifice for other people without their permission, and it is also not permissible for people who have died."[9]

Home 𝙣 𝙞𝙩𝙪 𝙙𝙞𝙖𝙢𝙗𝙞𝙡𝙠𝙖𝙣 𝙙𝙖𝙧𝙞 😂 ? 

The Hanafiyah and Hanabilah groups of course allow it, then followed by the Malikiyah scholars who also allow it but with discord, while the Syafi'iyyah school of thought still absolutely does not allow Qurban for people who have died without a will.[10]

Wallahu a'lam. 
•┈┈•••○○❁༺αѕт༻❁○○•••┈┈•
[1] Al Mausu'ah Fiiqhiyah al Kuwaitiyah (5/106). 
[2] Darr al Mukhtar (5/229), Kasyaful Qina' (3/18). 
[3] Storm' ash Shanai' (5/72)
[4] Sharh al Muntaka al Iradat (1/612)
[5] Mughni al Muhtaj (4/292), al Mahalli 'ala al Minhaj (4/255). 
[6] At Tabshirah (7/3471)
[7] Minhaj ath Talibin (3/333). 
[8] Tuhfatul Muhtaj (8/144)
[9] Mughni al Muhtaj (6/137)
[10] Al Bada'i (5/72), Hasyiah Ibn Abidin (5/214), Hasyiah ad Dusuqi (2/122), Nihayatul Muhtaj (8/136), al Mughni 'ala Syarh al Kabir (11/107 ). 

Post a Comment

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Previous Next

نموذج الاتصال