Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq
Di zaman tabi’in munculah sebuah madrasah keilmuan yang awalnya berpusat di Kufah, namun kemudian meluas dan menjadi madzhab fiqih yang paling luas wilayah persebarannya dalam sepanjang sejarah Islam dulu hingga sekarang. Madzhab ini dikenal dengan nama madzhab Hanafi.
Madzhab ini dikenal dengan kekuatan logika, penalaran dan qiyasnya dalam merumuskan hukum-hukum fiqih, dan sang imam sebagai pendiri madzhab digelari dengan imam ahlu ra’yi atau pemimpinnya ahli akal. Dalam berbagai kitab para ulama, disebut juga dengan gelar Imamul A’zham yang artinya imam yang agung.[1]
Beliau adalah Al imam Abu Hanifah rahimahullah, nama aslinya Nu’man bin Tsabit al Kufi. Syaikh At-Taqi Al-Ghazi juga berkata, “Terjadi perselisihan pendapat tentang asal daerahnya, ada yang mengatakan dari Kaabil, ada pula yang menyebut Baabil, ada yang menyebut Nasaa, ada yang mengatakan Tirmidz, ada juga yang menyebut Al-Anbar, dan lainnya.
Cucunya yang bernama Ismail bin berkata :
ولد جدي في سنة ثمانين، وذهب ثابت إلى علي وهو صغير، فدعا له بالبركة فيه و في ذريته، ونحن نرجو من الله أن يكون استجاب ذلك لعلي رضي الله عنه فينا.
Kakekku dilahirkan tahun 80 Hijriyah, dan Tsabit (ayah Abu Hanifah) membawanya saat masih kecil kepada Ali bin Abi Thalib, lalu Ali mendoakannya dengan keberkahan untuknya dan keturunannya. Dan kami mengharapkan kepada Allah agar mengabulkan hal itu, karena doa Ali Radhiallahu ‘Anhu pada kami.”[2]
Sebab mengapa beliau mendapatkan panggilan Abu Hanifah berbeda-beda riwayatnya. Ada yang menyebutkan sebab karena kuatnya ibadahnya hingga ia disebut orang yang hanif, sebagiannya lagi karena beliau berobat dengan sejenis obat yang bernama Hanifah.
Sedangkan Abu Yusuf mengatakan sebabnya karena ia selalu membawa Hanif (semacam alat menyimpan tinta) kemana pun ia pergi.[3]
Pujian ulama kepada sang imam atas ilmunya
Al Imam Abdullah bin al Mubarak rahimahullah berkata :
ما رأيت رجلًا أوقر في مجلسه، ولا أحسن سمتًا وحِلمًا من أبي حنيفة.
“Aku tidak pernah melihat seorang laki-laki yang lebih berwibawa di majelisnya, yang paling baik adab dan kesantunannya melebihi imam Abu Hanifah.”[4]
Beliau juga berkata :
أبو حنيفة أفقهُ الناس
“Abu Hanifah adalah orang yang paling paham fiqih.”[5]
Ali bin Asham rahimahullah berkata :
لو وُزن عقلُ أبي حنيفة بعقل نصف أهل الأرض، لرجَح بهم
“Seandainya ditimbang kekuatan akal Abu Hanifah dengan separuh penduduk bumi, niscaya dia akan mengalahkan mereka."[6]
Yahya bin Nashr rahimahullah berkata :
وكان من أفقهِ أهل زمانه وأتقاهم
“Beliau termasuk orang yang paling paham fiqih di zamannya dan orang yang paling bertaqwa.”[7]
Maki bin Ibrahim rahimahullah berkata :
كان أبو حنيفة أعلمَ أهلِ الأرض
“Abu Hanifah merupakan penduduk bumi yang paling berilmu.”[8]
Syadad bin Hakim berkata :
ما رأيت أعلم من أبي حنيفة
“Aku belum pernah melihat orang yang lebih berilmu dibanding Abu Hanifah.”[9]
Imam Malik rahimahullah ketika ditanya apakah pernah melihat imam Abu Hanifah, maka beliau menjawab :
نعم، رأيت رجلًا لو كلمك في هذه السارية أن يجعلها ذهبًا، لقام بحجَّته
“Iya, aku melihat seorang laki-laki yang seandainya ia mengatakan tiang yang terbuat dari kayu ini adalah emas, niscaya ia bisa mempertahankan pendapatnya.”[10]
Imam Syafi’i rahimahullah berkata :
الناس في الفقه عيالٌ على أبي حنيفة
“Semua orang dalam urusan fiqih berhutang kepada imam Abu Hanifah.”[11]
Syaikh At Taqi al Ghazi rahimahullah berkata : “Dialah imamnya para imam, penerang bagi umat, lautan ilmu dan keutamaan, ulamanya Iraq, ahli fiqih dunia seluruhnya, orang semasa dan setelahnya menjadi lemah di hadapannya, belum pernah mata melihat yang semisalnya, belum ada seorang mujtahid mencapai derajat seperti kesempurnaan dan keutamaannya.”[12]
Ibadahnya
Asad bin Amru rahimahullah berkata :
أن أبا حنيفة، رحمه الله، صلى العشاء والصبح بوضوء أربعين سنة
“Abu Hanifah rahimahullah melakukan shalat isya dan subuh dengan sekali wudhu selama 40 tahun.”[13]
Imam Abu Yusuf rahimahullah berkata :
كان أبو حنيفة يختم القرآن كل ليلة في ركعة
“Adalah imam Abu Hanifah biasa mengkhatamkan al Qur’an setiap malamnya hanya dalam satu raka’at.”[14]
Mis’ar bin Kidam juga berkata : “Aku pernah melihat Abu Hnaifah mengkhatamkan Qur’an dalam satu raka’at.”[15]
Yahya bin Abdul Hamid al Hamaniy dari ayahnya :
أنه صحب أبا حنيفة ستة أشهر. قال: فما رأيته صلى الغداة إلا بوضوء عشاء الآخرة
“Bahwa ayahnya pernah bersama Abu Hanifah selama 6 bulan. Dan selama itu ia tidak melihat beliau shalat Shubuh kecuali dengan shalat Isya yang diakhirkan.”[16]
Qashim bin Mu’in rahimahullah berkata :
أن أبا حنيفة قام ليلة يردد قوله تعالى: بل الساعة موعدهم والساعة أدهى وأمر. ويبكي ويتضرع إلى الفجر.
“Abu Hanifah pernah bangun untuk shalat malam dan mengulang-ulang firman Allah Taala: (sebenarnya hari kiamat Itulah hari yang dijanjikan kepada mereka dan kiamat itu lebih dahsyat dan lebih pahit. (Al-Qamar: 46), lalu Beliau menangis dan larut dalam kekhusyu’an hingga fajar.”[17]
Imam Adz Dzahabi rahimahullah berkata :
أن أبا حنيفة ختم القرآن سبعة آلاف مرة
“Bahwa Abu Hanifah telah mengkhatamkan Qur’an sebanyak 7000 kali.”[18]
Kedermawananya
Imam Abu Hanifah dikenal sebagai ulama yang sangat dermawan. Dalam Thabaqatnya beliau rutin memberikan tunjangan kepada beberapa shahabatnya dan membiayai muridnya dalam belajar.
Bahkan sangking tak main-mainnya dalam mengalokasikan dana sedekahnya, beliau akan menganggarkan sedekah senilai uang belanja dan kebutuhan untuk keluarganya. Al Mutsanna bin Raja’ rahimahullah berkata :
جعل أبو حنيفة على نفسه، إن حلف بالله صادقا، أن يتصدق بدينار. وكان إذا أنفق على عياله نفقة تصدق بمثلها.
نعم، رأيت رجلًا لو كلمك في هذه السارية أن يجعلها ذهبًا، لقام بحجَّته
“Iya, aku melihat seorang laki-laki yang seandainya ia mengatakan tiang yang terbuat dari kayu ini adalah emas, niscaya ia bisa mempertahankan pendapatnya.”[1
Imam Syafi’i rahimahullah berkata :
الناس في الفقه عيالٌ على أبي حنيفة
“Semua orang dalam urusan fiqih berhutang kepada imam Abu Hanifah.”[11]
Syaikh At Taqi al Ghazi rahimahullah berkata : “Dialah imamnya para imam, penerang bagi umat, lautan ilmu dan keutamaan, ulamanya Iraq, ahli fiqih dunia seluruhnya, orang semasa dan setelahnya menjadi lemah di hadapannya, belum pernah mata melihat yang semisalnya, belum ada seorang mujtahid mencapai derajat seperti kesempurnaan dan keutamaannya.”[
Ibadahnya
Asad bin Amru rahimahullah berkata :
أن أبا حنيفة، رحمه الله، صلى العشاء والصبح بوضوء أربعين سنة
“Abu Hanifah rahimahullah melakukan shalat isya dan subuh dengan sekali wudhu selama 40 tahun.”[13]
Imam Abu Yusuf rahimahullah berkata :
كان أبو حنيفة يختم القرآن كل ليلة في ركعة
“Adalah imam Abu Hanifah biasa mengkhatamkan al Qur’an setiap malamnya hanya dalam satu raka’at.”[14]
Mis’ar bin Kidam juga berkata : “Aku pernah melihat Abu Hnaifah mengkhatamkan Qur’an dalam satu raka’at.”[15]
Yahya bin Abdul Hamid al Hamaniy dari ayahnya :
أنه صحب أبا حنيفة ستة أشهر. قال: فما رأيته صلى الغداة إلا بوضوء عشاء الآخرة
“Bahwa ayahnya pernah bersama Abu Hanifah selama 6 bulan. Dan selama itu ia tidak melihat beliau shalat Shubuh kecuali dengan shalat Isya yang diakhirkan.”[16
Qashim bin Mu’in rahimahullah berkata :
أن أبا حنيفة قام ليلة يردد قوله تعالى: بل الساعة موعدهم والساعة أدهى وأمر. ويبكي ويتضرع إلى الفجر.
“Abu Hanifah pernah bangun untuk shalat malam dan mengulang-ulang
Imam Adz Dzahabi rahimahullah berkata :
أن أبا حنيفة ختم القرآن سبعة آلاف مرة
“Bahwa Abu Hanifah telah mengkhatamkan Qur’an sebanyak 7000 kali.”[18]
Kedermawananya
Imam Abu Hanifah dikenal sebagai ulama yang sangat dermawan. Dalam Thabaqatnya beliau rutin memberikan tunjangan kepada beberapa shahabatnya dan membiayai muridnya dalam belajar.
Bahkan sangking tak main-mainnya dalam mengalokasikan dana sedekahnya, beliau akan menganggarkan sedekah senilai uang belanja dan kebutuhan untuk keluarganya. Al Mutsanna bin Raja’ rahimahullah berkata :
جعل أبو حنيفة على نفسه، إن حلف بالله صادقا، أن يتصدق بدينار. وكان إذا أنفق على عياله نفقة تصدق بمثلها.
“Abu Hanifah telah bersumpah kepada Allah dengan sebenar-benarnya bahwa dia akan bersedekah dengan dinar, yaitu sejumlah nilai yang ia berikan untuk keluarganya.”[19]
Waki’ berkata :
وكان إذا اكتسى ثوبا جديدا كسا بقدر ثمنه شيوخ العلماء
“Adalah Abu Hanifah jika menggunakan baju baru, maka ia juga akan memberi baju dengan nilai serupa kepada gurunya atau ulama.”[20]
Kecerdasannya yang luar biasa
Ada begitu banyak riwayat atau kisah yang menuturkan kecerdasan sang imam dalam menghadapi masalah yang pelik. Berikut ini diantaranya.
Khalifah al Manshur memanggil Imam Abu Hanifah untuk ditawari jabatan sebagai hakim agung. Namun beliau menolak dengan mengatakan :
لا أصلح للقضاء
“Saya tidak layak.”
Al Manshur berkata : “Engkau telah berbohong !”
Imam Abu Hanifah menjawab :
فقد حكم أمير المؤمنين علي أني لا أصلح،
“Nah bener kan, anda telah menetapkan hukum atas diriku wahai Amiral mukminin kalau saya memang tidak layak untuk jabatan tersebut.
فإن كنت كاذبا، فلا أصلح، وإن كنت صادقا، فقد أخبرتكم أني لا أصلح فحبسه.
“Kalau akau memang berdusta, aku memang tidak layak (Pendusta tidak pantas menerima jabatan). Sebaliknya, kalau aku jujur, sungguh aku telah mengatakan : Aku memang tidak layak.”[21]
Kalau bahasa kita, kalau memang sudah tahu aku ini pembohong koq bisanya anda menginginkan saya jadi pejabat tinggi. Inilah jawaban telah Abu Hanifah untuk mengelak dari jabatan yang tidak bisa dibantah oleh khalifah.
Wafatnya
Al imam Abu Hanifah meninggal di Baghdad tahun 150 H. Di tahun yang sama di Ghaza lahir al imam Syafi’i rahimahullah. Bisyr bin Al Walid mengatakan, “Abu Hanifah wafat di penjara dan dikuburkan di pekuburan Al-Khaiziran. Ya’qub bin Syaibah mengatakan, “Aku dikabarkan bahwa Beliau wafat dalam keadaan sujud.”
Di samping itu, beliau juga berpesan agar jenazahnya kelak dimandikan oleh al Hasan bin Amarah. Setelah melaksanakan pesannya, Ibnu Amarah berkata :
رحمك الله تعالى وغفر لك، لم تُفطِر منذ ثلاثين سنة، ولم تتوسَّد يمينك بالليل منذ أربعين سنة، وقد أتعبتَ مَن بعدك، وفضحتَ القرَّاء
Waki’ berkata :
وكان إذا اكتسى ثوبا جديدا كسا بقدر ثمنه شيوخ العلماء
“Adalah Abu Hanifah jika menggunakan baju baru, maka ia juga akan memberi baju dengan nilai serupa kepada gurunya atau ulama.”[20]
Kecerdasannya yang luar biasa
Ada begitu banyak riwayat atau kisah yang menuturkan kecerdasan sang imam dalam menghadapi masalah yang pelik. Berikut ini diantaranya.
Khalifah al Manshur memanggil Imam Abu Hanifah untuk ditawari jabatan sebagai hakim agung. Namun beliau menolak dengan mengatakan :
لا أصلح للقضاء
“Saya tidak layak.”
Al Manshur berkata : “Engkau telah berbohong !”
Imam Abu Hanifah menjawab :
فقد حكم أمير المؤمنين علي أني لا أصلح،
“Nah bener kan, anda telah menetapkan hukum atas diriku wahai Amiral mukminin kalau saya memang tidak layak untuk jabatan tersebut.
فإن كنت كاذبا، فلا أصلح، وإن كنت صادقا، فقد أخبرتكم أني لا أصلح فحبسه.
“Kalau akau memang berdusta, aku memang tidak layak (Pendusta tidak pantas menerima jabatan). Sebaliknya, kalau aku jujur, sungguh aku telah mengatakan : Aku memang tidak layak.”[21]
Kalau bahasa kita, kalau memang sudah tahu aku ini pembohong koq bisanya anda menginginkan saya jadi pejabat tinggi. Inilah jawaban telah Abu Hanifah untuk mengelak dari jabatan yang tidak bisa dibantah oleh khalifah.
Wafatnya
Al imam Abu Hanifah meninggal di Baghdad tahun 150 H. Di tahun yang sama di Ghaza lahir al imam Syafi’i rahimahullah. Bisyr bin Al Walid mengatakan, “Abu Hanifah wafat di penjara dan dikuburkan di pekuburan Al-Khaiziran. Ya’qub bin Syaibah mengatakan, “Aku dikabarkan bahwa Beliau wafat dalam keadaan sujud.”
Di samping itu, beliau juga berpesan agar jenazahnya kelak dimandikan oleh al Hasan bin Amarah. Setelah melaksanakan pesannya, Ibnu Amarah berkata :
رحمك الله تعالى وغفر لك، لم تُفطِر منذ ثلاثين سنة، ولم تتوسَّد يمينك بالليل منذ أربعين سنة، وقد أتعبتَ مَن بعدك، وفضحتَ القرَّاء
“Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati anda wahai Abu Hanifah, semoga Allah mengampuni dosa-dosa anda karena jasa-jasa yang telah anda berikan.
Sungguh anda tidak pernah putus puasa selama tiga puluh tahun, tidak berbantal ketika tidur selama empat puluh tahun, dan kepergian anda akan membuat lesu para fuqaha setelahnya.”[22]
📜Wallahu a'lam.
______
[1] Mizanul I’tidal, 4/265)
[2] (Siyar A’lamin Nubala, 6/395)
[3] Min A’lam as Salaf hal. 222
[4] Siyar A’lam Nubala (6/400)
[5] Ibid
[6] Tarikh Baghdad (15/487)
[7] Al Intiqa hal. 163
[8] Bidayah wa Nihayah (10/110)
[9] Ath Thabaqat As Sunniyah Hal. 29
[10] Siyar A’lam Nubala (6/399)
[11] Siyar A’lam Nubala (6/403)
[12] Ath Thabaqat Sunniyah Hal. 24
[13] Siyar A’lam Nubala (6/399)
[14] Tarikh Islami (9/195)
[15] Siyar A’lam Nubala (6/403)
[16] Siyar A’lam Nubala (6/400)
[17] Ibid
[18] Siyar A’lam Nubala (6/400)
[19] Siyar A’lam Nubala (6/400)
[20] Akhbar Abu Hanifah wa Ashabihi hal. 60
[21] Siyar A’lam Nubala (6/402)
[22] Tahdzibut Tahdzib (5/630)
Sungguh anda tidak pernah putus puasa selama tiga puluh tahun, tidak berbantal ketika tidur selama empat puluh tahun, dan kepergian anda akan membuat lesu para fuqaha setelahnya.”[22
📜Wallahu a'lam.
______
[1] Mizanul I’tidal, 4/265)
[2] (Siyar A’lamin Nubala, 6/395)
[3] Min A’lam as Salaf hal. 222
[4] Siyar A’lam Nubala (6/400)
[5] Ibid
[6] Tarikh Baghdad (15/487)
[7] Al Intiqa hal. 163
[8] Bidayah wa Nihayah (10/110)
[9] Ath Thabaqat As Sunniyah Hal. 29
[10] Siyar A’lam Nubala (6/399)
[11] Siyar A’lam Nubala (6/403)
[12] Ath Thabaqat Sunniyah Hal. 24
[13] Siyar A’lam Nubala (6/399)
[14] Tarikh Islami (9/195)
[15] Siyar A’lam Nubala (6/403)
[16] Siyar A’lam Nubala (6/400)
[17] Ibid
[18] Siyar A’lam Nubala (6/400)
[19] Siyar A’lam Nubala (6/400)
[20] Akhbar Abu Hanifah wa Ashabihi hal. 60
[21] Siyar A’lam Nubala (6/402)
[22] Tahdzibut Tahdzib (5/630)
Comments