𝗕𝗔𝗖𝗔𝗔𝗡 𝗤𝗨𝗡𝗨𝗧
𝘈𝘧𝘸𝘢𝘯 𝘒𝘪𝘺𝘢𝘪, 𝘴𝘢𝘺𝘢 𝘱𝘦𝘳𝘯𝘢𝘩 𝘣𝘦𝘳𝘮𝘢𝘬𝘮𝘶𝘮 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘴𝘦𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘪𝘮𝘢𝘮 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘩𝘢𝘭𝘢𝘵 𝘴𝘩𝘶𝘣𝘶𝘩 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘢𝘤𝘢 𝘥𝘰𝘢 𝘘𝘶𝘯𝘶𝘵. 𝘕𝘢𝘮𝘶𝘯 𝘥𝘰𝘢 𝘘𝘶𝘯𝘶𝘵𝘯𝘺𝘢 𝘬𝘢𝘭𝘪 𝘪𝘯𝘪 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘢𝘺𝘢 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘳 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘴𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪 𝘣𝘢𝘤𝘢𝘢𝘯 𝘘𝘶𝘯𝘶𝘵 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘭𝘢𝘻𝘪𝘮 (𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩𝘶𝘮𝘮𝘢𝘩𝘥𝘪𝘯𝘢 𝘧𝘪𝘮𝘢𝘯 𝘏𝘢𝘥𝘢𝘪𝘵𝘢 𝘥𝘴𝘵…).
𝘠𝘢𝘯𝘨 𝘪𝘯𝘨𝘪𝘯 𝘴𝘢𝘺𝘢 𝘵𝘢𝘯𝘺𝘢𝘬𝘢𝘯, 𝘢𝘱𝘢𝘬𝘢𝘩 𝘣𝘰𝘭𝘦𝘩 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘥𝘰𝘢 𝘘𝘶𝘯𝘶𝘵 𝘴𝘩𝘶𝘣𝘶𝘩 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘥𝘰𝘢 –𝘥𝘰𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘭𝘢𝘪𝘯 ? 𝘈𝘵𝘢𝘶 𝘣𝘢𝘤𝘢𝘢𝘯 𝘘𝘶𝘯𝘶𝘵 𝘴𝘩𝘶𝘣𝘶𝘩 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘥𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘭𝘢𝘪𝘯 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘪𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘬𝘢𝘮𝘪 𝘬𝘦𝘯𝘢𝘭 ?
𝘋𝘢𝘯 𝘴𝘢𝘵𝘶 𝘭𝘢𝘨𝘪 𝘴𝘢𝘺𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘢𝘮𝘣𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘳𝘵𝘢𝘯𝘺𝘢𝘢𝘯, 𝘬𝘦𝘵𝘪𝘬𝘢 𝘥𝘰𝘢 𝘘𝘶𝘯𝘶𝘵 𝘢𝘱𝘢𝘬𝘢𝘩 𝘥𝘪𝘴𝘶𝘯𝘯𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘶𝘴𝘢𝘱 𝘸𝘢𝘫𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘦𝘭𝘦𝘴𝘢𝘪 𝘣𝘦𝘳𝘥𝘰𝘢 ? 𝘛𝘦𝘳𝘪𝘮𝘢𝘬𝘢𝘴𝘪𝘩.
𝗝𝗮𝘄𝗮𝗯𝗮𝗻 :
Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq
Sebagian ulama berpendapat bahwa membaca doa Qunut diwaktu shalat shubuh hukumnya sunnah. Ini dikenal luas sebagai pendapat dari kalangan mazhab Syafi'i yang kebetulan banyak diamalkan di negeri kita.
Sebenarnya dari mazhab yang lain juga ada yang berpendapat serupa, yakni dari kalangan Malikiyah, namun mazhab ini hanya memandang kesunnahan Qunut Shubuh hanya diamalkan sesekali, tidak terus menerus.
Diutamakan disaat umat Islam tertimpa bala atau bencana. Sedangkan menurut syafi’iyah kesunnahan membaca Qunut dalam shalat shubuh bersifat terus menerus, baik saat turunnya bala' atau tidak.[1]
𝗕𝗮𝗰𝗮𝗮𝗻 𝗗𝗼𝗮 𝗤𝘂𝗻𝘂𝘁
Bacaan doa Qunut yang masyhur di kalangan Syafi’iyah adalah lafadz doa berikut ini, dibaca pada posisi I’tidal pada raka’at kedua shalat shubuh.
اللَّهُمَّ اهْدِنَا فِيمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنَا فِيمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنَا فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لَنَا فِيمَا أَعْطَيْتَ، وَقِنَا شَرَّ مَا قَضَيْتَ، إِنَّكَ تَقْضِي وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ، وَإِنَّهُ لاَ يَذِل مَنْ وَالَيْتَ، وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ.
Dalil kalangan Syafi’iyah memilih bacaan ini sebagai Qunut shubuh adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Hakim dalam kitab Mustadraknya, dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu ia berkata, “Rasulullah ﷺ jika bangkit dari ruku’ pada shalat Shubuh raka’at kedua, maka beliau mengangkat kedua tangan lantas berdoa : Allahummah dinii fiiman hadait…dts.
Sedangkan dalam riwayat imam Baihaqi, dengan adanya tambahan lafadz : Falakal hamdu ‘ala maa Qadhait.
Hadits lafadz qunut ini diriwayatkan dalam berbagai macam kitab hadits dengan jalur periwayatan yang berbeda-beda, yakni : Ahmad (1/191), Thabrani (3/2712), Ibnu Khuzaimah no. 1095, Tirmidzi no. 464, Nasai no. 1745, Darimi no. 1595, Baihaqi 2/497, Abu Ya'la no. 6786, Ibnu Abi Syaibah (2/300), Abdurrazzaq no. 4985.
Dan derajat hadits tentang lafadz Qunut ini adalah shahih. Sedangkan redaksi takhis untuk bacaan qunut Shubuh derajatnya Hasan.[2]
𝗕𝗮𝗰𝗮𝗮𝗻 𝗤𝘂𝗻𝘂𝘁 𝗬𝗮𝗻𝗴 𝗟𝗮𝗶𝗻
Namun bacaan Qunut diatas bukanlah satu-satunya doa Qunut yang diajarkan Nabi shalallahu’alaihi wasallam. Masih ada beberapa redaksi doa yang oleh madzhab yang lain lebih dipilih sebagai bacaan Qunut mereka.
Entah itu Qunut witir, Qunut nazilah ataupun yang juga berpendapat sunnahnya Qunut shubuh.
Diantara redaksi Qunut lainnya adalah lafadza doa di bawah ini :
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْتَعِينُكَ، وَنَسْتَهْدِيكَ، وَنَسْتَغْفِرُكَ، وَنَتُوبُ إِلَيْكَ، وَنُؤْمِنُ بِكَ، وَنَتَوَكَّل عَلَيْكَ، وَنُثْنِي عَلَيْكَ الْخَيْرَ كُلَّهُ، نَشْكُرُكَ وَلاَ نَكْفُرُكَ، اللَّهُمَّ إِيَّاكَ نَعْبُدُ، وَلَكَ نُصَلِّي وَنَسْجُدُ، وَإِلَيْكَ نَسْعَى وَنَحْفِدُ، نَرْجُو رَحْمَتَكَ، وَنَخْشَى عَذَابَكَ، إِنَّ عَذَابَكَ الْجِدَّ بِالْكُفَّارِ مُلْحَقٌ
Doa Qunut diatas dikenal dengan bacaan Qunut Umar, penamaan ini disebabkan adanya riwayat bahwa sayyidina Umar bin Khattab radhiyallahu’anhu dalam Qunutnya banyak membaca doa di atas.
Dan dalam hal ini kalangan Syafi’iyah membolehkan membaca doa-doa Qunut selain yang disebutkan diatas, atau boleh juga menambahkan (mencampur) doa Qunut ‘Allahummahdiniy fiman hadait’ dengan doa Qunut yang lain.
Bahkan lebih jauh lagi, mazhab ini memberikan keluasan bolehnya semua jenis dzikir dijadikan bacaan Qunut Shubuh asalkan berisi pujian kepada Allah dan doa.
Semisal kalimat : “Allahumma ighfirliy ya Ghafur. ”Kalimat Ighfirli (Ampuni saya) termasuk doa dan ya Ghafur (yang maha pengampun) termasuk pujian.
Namun tetap yang lebih utama untuk dibaca dalam doa Qunut adalah lafadz redaksi diatas, yakni Allahummah dini sampai akhir.[3]
Berkata al imam Nawawi rahimahullah:
واعلم أن القنوت لا يتعين فيه دعاء على المذهب المختار، فأي دعاء دعا به حصل القنوت ولو قنت بآية، أو آيات من القرآن العزيز وهي مشتملة على الدعاء حصل القنوت، ولكن الأفضل ما جاءت به السنة. .
"Ketahulah, bahwasa Qunut itu tidak harus dengan bacaan tertentu menurut pendapat madzhab yang terpilih. Apapun do'a yang dibaca itu bisa dijadikan bacaan Qunut meskipun dengan membaca satu ayat dari al Qur'an.
Maka itu sudah mencakup do'a dalam Qunut. Tapi yang lebih afdhal adalah yang datang dari sunnah." [4]
Beliau juga berkata :
يستحب الجمع بين قنوت عمر ي ضي الله عنه وما سبق، فإن جمع بينهما، فالأصح تأخير قنوت عمر، وإن اقتصر فليقتصر على الأول، وإنما يستحب الجمع بينهما إذا كان منفردا أو إمام محصورين يرضون بالتطويل
“Disunnahkan mengumpulkan antara qunut yang biasa dengan qunut Umar radhiyallahu'anhu.
Kalau dikumpulkan, maka sebaiknya qunut Umar diakhirkan. Ada pendapat sunnah mendahulukannya. Apabila memilih salah satu, maka hendaknya memilih qunut yang biasa.
Sunnahnya mengumpulkan keduanya apabila shalat sendiri atau berjemaah dengan makmum yang rela doa panjang.” [5]
𝘼𝙥𝙖𝙠𝙖𝙝 𝙈𝙚𝙣𝙜𝙪𝙨𝙖𝙥 𝙒𝙖𝙟𝙖𝙝 𝙎𝙚𝙩𝙚𝙡𝙖𝙝 𝘿𝙤𝙖 𝙌𝙪𝙣𝙪𝙩 ?
Ada tiga pendapat dalam masalah ini, dan dalam Fiqhul Islami wa Adillatuhu disebutkan bahwa pendapat yang shahih dalam madzhab Syafi’i menyatakan tidak ada kesunnahkan mengusap wajah selesai dari Qunut.
Imam al Baihaqi rahimahullah menegaskan, bahwa mengusap wajah selesai membaca Qunut tidak ada kesunnahannya, karena tidak ada hadits yang melandasinya. Beliau berkata :
فأما مسح اليدين بالوجه عند الفراغ من الدعاء فلست أحفظ عن أحد من السلف في دعاء القنوت وإن كان يروى عن بعضهم في الدعاء خارج الصلاة،
"Adapun mengusapkan kedua tangan ke wajah ketika selesai dari membaca do'a Qunut tidak kami ketahui dari satupun ulama klasik terdahulu. Yanh kami lihat adalah itu dilakukan bila selesai dari do'a setelah shalat." [6]
Wallahu’alam bish Shawwab
𝗗𝗔𝗟𝗜𝗟 𝗤𝗨𝗡𝗨𝗧 𝗦𝗛𝗨𝗕𝗨𝗛
𝘚𝘢𝘺𝘢 𝘪𝘯𝘨𝘪𝘯 𝘵𝘢𝘩𝘶 𝘬𝘦𝘬𝘶𝘢𝘵𝘢𝘯 𝘩𝘶𝘫𝘫𝘢𝘩 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘱𝘦𝘯𝘥𝘢𝘱𝘢𝘵 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘵𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘲𝘶𝘯𝘶𝘵 𝘴𝘩𝘶𝘣𝘶𝘩 𝘴𝘶𝘯𝘯𝘢𝘩 𝘶𝘴𝘵𝘢𝘥𝘻.
Jawaban
Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq
Sebagaimana telah disebutkan di bahasan sebelumnya, bahwa tentang membaca doa qunut di waktu shalat Shubuh hukumnya diperbeda pendapatkan oleh para ulama.
Kalangan Syafi’i adalah yang berpendapat sunnah untuk dilakukan terus menerus, Malikiyyah berpendapat kesunnahannya bersifat sesekali saja, sedangkan Kalangan al Hanafiyyah dan al Hanabilah berpendapat bahwa hal tersebut tidak disunnahkan.[1]
Apa saja yang menjadi dasar pendapat yang mensunnahkan ? Mari kita simak sebagian dalil-dalilnya.
𝗗𝗮𝗹𝗶𝗹 𝗤𝘂𝗿'𝗮𝗻
Firman Allah dalam surah al Baqarah ayat 238 :
حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَى وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ
"Peliharalah semua shalat dan shalat Wusta. Dan laksanakanlah (shalat) karena Allah dengan khusyuk."
Imam Suyuthi rahimahullah dalam tafsirnya menjelaskan ayat di atas :
الوُسطى: هي الفجر والقُنوت فيها
"Shalat Wustha' adalah shalat Shubuh dan berqunut di dalamnya."
Berkata al imam Syafi'i rahimahullah :
وَيَقْنُتُ فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ بَعْدَ الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ قَنَتَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَمْ يَتْرُكْ عَلِمْنَاهُ الْقُنُوْتَ فِي الصُّبْحِ قَطُّ وَإِنَّمَا قَنَتَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حِيْنَ جَاءَهُ قَتْلُ أَهْلِ بِئْرِ مَعُوْنَةَ خَمْسَ عَشَرَ لَيْلَةً يَدْعُوْ عَلَى قَوْمٍ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ فِي الصَّلَوَاتِ كُلِّهَا ثُمَّ تَرَكَ الْقُنُوْتَ فِي الصَّلَوَاتِ كُلِّهَا
“Imam (hendaknya) melakukan Qunut dalam shalat Shubuh setelah rakaat kedua. Karena sepengetahuan kami Rasulullah ﷺ tidak pernah meninggalkan Qunut dalam salat Shubuh.
Beliau ﷺ hanya melakukan Qunut ketika sampai kepada beliau kabar terbunuhnya penduduk sumur Maunah selama 15 hari, beliau mendoakan keburukan bagi satu kaum Musyrikin dalam semua shalat, kemudian beliau meninggalkan Qunut dalam semua shalat.
فَأَمَّا فِي صَلَاةِ الصُّبْحِ فَلَا أَعْلَمُ أَنَّهُ تَرَكَهُ بَلْ نَعْلَمُ أَنَّهُ قَنَتَ فِي الصُّبْحِ قَبْلَ قَتْلِ أَهْلِ بِئْرِ مَعُوْنَةَ وَبَعْدُ. وَقَدْ قَنَتَ بَعْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبُوْ بَكْرٍ وَعُمَرُ وَعَلِيُّ بْنُ أَبِى طَالِبٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمْ كُلُّهُمْ بَعْدَ الرُّكُوْعِ وَعُثْمَانُ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ فِي بَعْضِ إِمَارَتِهِ ثُمَّ قَدَّمَ الْقُنُوْتَ عَلَى الرُّكُوْعِ وَقَالَ لِيُدْرِكَ مَنْ سَبَقَ بِالصَّلَاةِ الرَّكْعَةَ.
Adapun dalam shalat Shubuh maka tidak saya ketahui beliau meninggalkannya, bahkan yang kami ketahui beliau sudah melakukan Qunut sebelum terbunuhnya penduduk sumur Maunah dan sesudahnya.
Dan setelah masa Rasulullah ﷺ, maka Abu Bakar, Umar dan Ali juga melakukan Qunut setelah ruku'. Sementara Utsman di sebagian masa kepemimpinannya memajukan Qunut sebelum ruku'. Alasan beliau : ’Supaya makmum yang terlambat menemukan raka'at shalat."[2]
𝗗𝗮𝗹𝗶𝗹 𝗛𝗮𝗱𝗶𝘁𝘀
Hadits Pertama :
عَنْ مُحَمَّدٍ بْنِ سِيْرِيْن قَالَ قُلْتُ لأَنَسٍ هَلْ قَنَتَ رَسُولُ اللهِ فِى صَلاَةِ الصُّبْحِ قَالَ نَعَمْ بَعْدَ الرُّكُوعِ يَسِيرًا.
“Dari Muhammad bin Sirin, berkata: “Aku bertanya kepada Anas bin Malik: “Apakah Rasulullah ﷺ membaca qunut dalam shalat shubuh ?” Beliau menjawab: “Ya, setelah ruku’ sebentar.” (HR. Muslim)
Hadits Kedua :
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ : مَا زَالَ رَسُوْلُ اللهِ يَقْنُتُ فِي الْفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا.
“Dari Anas bin Malik, berkata: “Rasulullah ﷺ terus membaca qunut dalam shalat fajar (shubuh) sampai meninggalkan dunia.”(HR. Ahmad dan Baihaqi)
Al Imam Nawawi berkata: “Hadits di atas shahih, diriwayatkan oleh banyak kalangan huffazh dan mereka menilainya shahih.
Di antara yang memastikan keshahihannya adalah al-Hafizh Abu Abdillah Muhammad bin Ali al-Balkhi, al-Hakim Abu Abdillah dalam beberapa tempat dalam kitab-kitabnya dan al-Baihaqi.
Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh al-Daraquthni dari beberapa jalur dengan sanad-sanad yang shahih.”[3]
Hadits Ketiga :
وَعَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوْعِ فِيْ صَلاَةِ الصُّبْحِ فِيْ آَخِرِ رَكْعَةٍ قَنَتَ.
“Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah ﷺ apabila bangun dari ruku’ dalam shalat shubuh pada rakaat akhir, selalu membaca qunut.”[4]
Hadits keempat :
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَنَتَ فٍي الْفَجْرِ
"Sesungguhnya Nabi ﷺ qunut pada shalat Subuh”.(HR. Ibnu Abi Syaibah)
Hadits kelima :
قَنَتَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ وَأَبُوْ بَكْرٍ وَعُمْرَ وَعُثْمَانَ وَأَحْسِبُهُوَرَابِعٌ حَتَّى فَارَقْتُهُمْ
“Rasulullah ﷺ berqunut demikian juga Abu Bakar, ‘Umar dan ‘Utsman, dan saya (rawi) menyangka “dan keempat” sampai saya berpisah denga mereka.”(HR. Daraquthni dari Anas)
Al Qurthubi mengomentari hadits diatas ”Yang kuat diperintahkan oleh Rasulullah ﷺ adalah berqunut, diriwayatkan Daruquthni dengan isnad yang shahih.”[5]
Hadits keenam :
صَلَّيْتُ خَلْفَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ وَخَلْفَ عُمَرَ فَقَنَتَ وَخَلْفَ عُثْمَانَ فَقَنَتَ
“Saya shalat di belakang Rasulullah ﷺ lalu beliau qunut, dan di belakang ‘umar lalu beliau qunut dan di belakang ‘Utsman lalu beliau qunut.” (HR. Baihaqi dari Anas)
Hadits ketujuh :
مَا زَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِيْ صَلاَةِ الْصُبْحِ حَتَّى مَاتَ
“Terus-menerus Rasulullah ﷺ qunut pada shalat Subuh sampai beliau meninggal.”(HR. Ibn Jauzi)
Kalangan Syafi’iyyah berpendapat bahwa sebagian hadits-hadits tentang qunut memang lemah, namun ada hadits shahih yang menjadi hujjahnya dan hadits-hadits lemah itu saling menguatkan.
Seperti yang dijelaskan oleh al imam Nawawi dalam kitabnya al Majmu’ Syarhul Muhadzdzab (3/502).
𝗕𝗮𝗻𝘁𝗮𝗵𝗮𝗻 𝘁𝗲𝗿𝗵𝗮𝗱𝗮𝗽 𝗱𝗮𝗹𝗶𝗹 𝘁𝗶𝗱𝗮𝗸 𝗮𝗱𝗮𝗻𝘆𝗮 𝗾𝘂𝗻𝘂𝘁.
1. Adanya hadits : “Bahwa Nabi ﷺ melarang qunut pada waktu subuh."
Hadist ini dhaif karena periwayatan dari Muhammad bin Ya’la dari Anbasah bin Abdurahman dari Abdullah bin Nafi’ dari bapaknya dari ummu Salamah.
Berkata imam Darulqutni : "Ketiga orang itu adalah lemah dan tidak benar jika Nafi’ mendengar hadits itu dari ummu Salamah”.
Tersebut dalam mizanul I’tidal “Muhammad bin Ya’la’ dikatakan oleh Imam Bukhari bahwa ia banyak menghilangkan hadist, sedangkan Abu Hatim mengatakan matruk.”[6]
2. Adanya hadits : “Qunut pada shalat subuh adalah Bid’ah.”
Hadis ini dhaif sekali karena imam Baihaqi meriwayatkannya dari Abu Laila al Kufi dan beliau sendiri mengatakan bahwa hadis ini tidak shahih karena Abu Laila itu adalah matruk (Orang yang ditinggalkan haditsnya).
Terlebih lagi pada hadits yang lain Ibnu Abbas sendiri mengatakan : “Bahwasanya Ibnu Abbas melakukan qunut subuh”.
3. Adanya riwayat : “Rasulullah tidak pernah qunut di dalam shalat apapun”.
Menurut Imam Nawawi dalam kitabnya al Majmu' sangatlah dhaif karena perawinya terdapat Muhammad bin Jabir as Suhaili yang ucapannya selalu ditinggalkan oleh ahli hadits.
4. Pendalilan Qunut Shubuh ditinggalkan berdasarkan hadits :
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَسُولَ اللهِ قَنَتَ شَهْرًا يَدْعُو عَلَى أَحْيَاءٍ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ ثُمَّ تَرَكَهُ
“Dari Anas, sesungguhnya Rasulullah ﷺ membaca qunut selama satu bulan, di dalamnya mendoakan keburukan bagi beberapa suku Arab, kemudian meninggalkannya.” (HR. Muslim)
Al Imam Nawawi menjawab :
ثم تركه فالمراد ترك الدعاء على أولئك الكفار ولعنتهم فقط لا ترك جميع القنوت أو ترك القنوت في غير الصبح
“Adapun jawaban terhadap ucapan kemudian beliau meninggalkannya (stumma tarakahu), maksudnya adalah meninggalkan doa kecelakaan ke atas orang-orang kafir itu dan meninggalkan laknat terhadap mereka. Bukan meninggalkan seluruh Qunut."
Beliau melanjutkan :
أو ترك القنوت في غير الصبح وهذا التأويل متعين لأن حديث أنس في قوله لم يزل يقنت في الصبح حتى فارق الدنيا صحيح صريح فيجب الجمع بينهما وهذا الذي ذكرناه متعين للجمع وقد روى البيهقي بإسناده عن عبد الرحمن بن مهدي الإمام أنه قال إنما ترك اللعن ويوضح هذا التأويل رواية أبي هريرة السابقة وهي قوله : ثم ترك الدعاء لهم
Atau juga maksudnya adalah meninggalkan qunut di shalat selain shalat Subuh. Penafsiran ini sangat kuat, karena hadits Anas yang berbunyi : “Nabi ﷺ tetap qunut Shubuh sampai wafat” merupakan hadits shahih dan jelas, maka wajib dilakukan kompromi diantara dua hadits tersebut. Dan yang kami sebutkan adalah hasil yang benar dari proses penggabungan dua dalil tersebut." [7]
Hal yang sama juga disampaikan oleh Imam Baihaqi dan Ibnu Hajar al Asqalani dalam kitab syarahnya Fath al Bari.
𝗣𝗲𝗻𝘂𝘁𝘂𝗽
Demikianlah diantara hujjah kalangan Syafi'iyyah dan Malikiyyah yang berpendapat bahwa Qunut dalam shalat Shubuh hukumnya adalah sunnah.
Pengetahuan atas dalil ini, tidak harus membuat seseorang merubah pilihan pendapatnya, dari tidak berqunut kemudian berqunut. Cukup membuat kita bisa lebih menghargai perbedaan pendapat ulama dengan tidak menuduh bid'ah, itu sudah sangat bagus...
Berkata imam Sufyan Ats Tsauri rahimahullah :
إِنْ قَنَتَ فِى الْفَجْرِ فَحَسَنٌ وَإِنْ لَمْ يَقْنُتْ فَحَسَنٌ.
"Berqunut shalat Shubuh itu bagus, tidak berqunut juga bagus." [8]
Kalau berqunut dan yang tidak berqunut semua sama-sama bagus, terus yang nggak bagus yang mana ? Ya yang tidak bagus itu yang paginya tidak shalat Shubuh....
Wallahu a’lam.
___________
[1] Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (34/58).
[2] Al Umm (7/177)
[3]Al Majmu’ Syarh al Muhadzdzab (3/504).
[4] Hadits ini bahkan dishahihkan bahkan oleh Syaikh al Albani sendiri dalam shahih al Jami’ ash Shaghir (2/862).
[5] Badr Al Munir (3/624).
[6] Mizanul I’tidal (4/70).
[7] Al Majmu’ Syarh al Muhadzdzab (3/505).
[8] Sunan Tirmidzi (2/252)
__________
[1] Asy Syarhush Shaghir (1/311), Syarhul Kabir (1/248), Mughnil Muhtaj (1/166), Majmu’ Syarh al Muhadzdzab (1/81), Hasyiyah Bajuri (1/168).
[2] Tuhfah al Muhtaj (/304)
[3] Fiqh al Islami wa Adillatuhu (2/165), Al Majmu’ Syarah Muhadzdzab ( 3/ 504).
[4] Al Adzkar hal. 61
[5] Ibid
[6] Nashbur Rayah (2/131).
Comments