HARAPAN DOA DARI PARA SAHABAT YANG KAN KUTINGGALKAN..
سَوْفَ يَمضِي بِنَا مَركبٌ لِلْوَداع
يَسْتَحِثُّ الخُطى والدُّموع الشِّراع
عَالَمٌ لم يــزلْ يَسْتَلِذُّ الْمَتَاع
أنْتُمُ إخْـوَتِي خَيْرُ هَذَا الْمَتَاع
Kita akan diangkut oleh ‘kendaraan perpisahan’ (baca: keranda kematian)
Yang harus diusung dengan langkah kaki dan derasnya air mata kesedihan…
(Meski) dunia terus mengajak untuk menikmati keindahannya
Maka kalianlah sahabat-sahabatku, sebaik-baik keindahannya
آهٍـ يَا إخْوَتِي بُـعدُكم لا يُراد
كيف أنسى أخي كيف يحلو الرقاد
Aaahhh….Sahabat-sahabatku… Jauhnya kalian tidaklah aku harapkan
Bagaimana kan kulupakan sahabatku, bagaimana pula tidur indah kan kunikmati
دمْعُ عَيْنِي جرَى واستطَالَ السَّوَاد
يا إلَهَ الوَرَى اُلْطُفَنْ بِالعِـبَاد
Linangan air mataku terus mengalir (karenanya), hingga hitamnya garis mata tampak memanjang
Ya Tuhan alam semesta, berilah seluruh hamba-Mu lembutnya kasih sayang
دُنْيَانَا يَالَهَا تَجْرِي مَجْرَى السَّحَاب
وَهْيَ تَسْعَى بِنَا نَحْوَ يَوْمِ الْحِسَاب
Lihatlah dunia kita, ia lari seperti larinya awan
Menyeret kita menuju hari perhitungan
إِخْوَتِي رَدِّدُوا صَوْتَكُم مُسْتَطَاب
لَسْنَا نَرْجُو سِوَى دَعْوَةً لِلصِّحَاب
Sahabat-sahabatku, teruslah dengan suara kalian yg baik (dan penuh berkat)
Kami tidak mengharapkan, melainkan doa (kebaikan) untuk para sahabat kalian
إخوتي عاهِدوا اللهَ فوق السَّمَاء
أن يكونَ لنا في القريبِ لِقاء
Sahabat-sahabatku… berjanjilah kepada Allah yang berada di atas langit
Bahwa kita akan berjumpa dalam waktu dekat
إخوتي عاهِدوا اللهَ فوقَ السماء
أن يَرى كَفَّكم ضارِعًا بالدُّعاء
Sahabat-sahabatku… berjanjilah kepada Allah yg ada di atas langit sana
Untuk melihat tangan kalian, merendah untuk mendoakan kami
Renungan
Kurenungi bait-baitnya dengan mendalam, ia seakan barisan ombak yang terus berdatangan dalam pendengaran. Beribu angan menghampiri pikiranku, dan perasaan halus terus mengusik jiwaku.
Kutanya diriku: benarkah ‘kendaraan perpisahan’ itu benar-benar akan menghampiriku?! Akankah kutulis wasiat terakhir, kepada setiap orang yg kucintai, sebelum kepergianku?! Lalu apakah isi wasiat terakhirku itu? Yang harus cepat ku tulis sebelum kutinggalkan duniaku?
Ibuku… bapakku… saudara-saudaraku… saudari-saudariku… rumahku… istriku…
sahabat-sahabat… teman-teman… rekan-rekan kerja… kenalan-kenalan… kantor… komputer… internet?
Jalanan… masjid… anak-anak kecil di jalanan dan desa… detik-detik bahagia… masa-masa sedih, sakit, dan perjuangan… Akankah kutinggalkan dunia ini, yang terus mengajakku menikmati keindahannya… beserta semua saudara dan orang-orang tercinta yang hidup di dalamnya.
Siapakah yg akan kuberi kata perpisahan? Siapa pula yang akan kulupakan dari sapaan salam? Bahkan, punyakah aku waktu yang cukup untuk menyampaikan salamku kepada semua orang yang kucinta?
Siapakah dari mereka yang sudi memaafkanku? Siapa pula yang merasa kehilangan diriku? Bahkan siapakah yg aku malah lebih kehilangan dia?
Canda-tawa manakah yang akan teringat dibenakku? Dan wajah manakah yang akan mempengaruhi raut wajahku? Berapakah lautan yang mencukupi mataku untuk mengucurkan tangisnya? Bagaimana diriku akan sabar dan tahan setelah ini semua?
Ya Tuhanku, betapa rapuhnya hati kami sebagai manusia, ketika pribadi-pribadi ini pergi bersama ruh yang bersih nan suci. Betapa kerasnya jeritan hati, untuk orang yang dilahap oleh waktu di hadapanku, atau aku yang dilahap waktu di hadapannya. Di masa sedih itu, betapa tingginya jeritan ‘aaaargh’ di tenggorokanku yang ku sertakan bersama ruh-ruh kalian yg mulia.
Maka terimalah suratku ini yg berisi permohonan maafku sebelum datang waktu itu.saat jiwa lellahku berada diantara tubuh yg tidak kuat lagi pergi menghampiriku.
Apapun kesalahan kalian terhadapku maka sungguh aku persaksikan kepada Allah telah kurelakan dn memaafkanya bahkan aku tlh melupakannya..maka maafkanlah salah salahku..
Ust.Musyaffa ad Darini Lc