ORANG-ORANG MUNAFIK LEMPAR BATU SEMBUNYI TANGAN
"Inilah yang telah kalian perbuat terhadap diri kalian. Kalian menyediakan negeri kalian untuk mereka. Kalian bagikan kepada mereka harta benda kalian. Demi Allah, sekiranya kalian tidak memberikan bantuan pada mereka, maka mereka pasti akan beralih ke negeri lain bukan ke negeri kalian."
Demikianlah perkataan Abdullah bin Ubay bin Salul kepada orang-orang Anshar sesaat setelah pengepungan Bani Musthaliq pada tahun keenam Hijriyah.
Provokasi itu nyaris membuat kaum Muslimin saling baku hantam antara kaum Anshar dengan Muhajirin yang sebelumnya telah dipersaudarakan oleh Rasulullah SAW.
Peristiwa berawal ketika pasukan Muslimin beristirahat di sumur Muraisik dalam perjalanan kembali ke Madinah.
Karena panas, lelah, dan berdesak-desakan, terjadilah senggolan antara Jahjah bin Mas'ud dan Sinan bin Wabar al-Juhani saat berebut mengambil air.
Peristiwa itu sebenarnya sudah selesai, namun karena provokasi Abdullah bin Ubay, nyaris saja kericuhan membesar.
Abdullah bin Ubay adalah gembong munafik Madinah. Ia orang terpandang, intelek, kaya dan suaranya didengar kaumnya. Namun ia tak pernah berhenti mengacau kaum Muslimin dengan segala cara.
Mengapa? Karena kalau tidak seperti itu, ia tak lagi dihormati kaumnya. Ia adalah seseorang yang seharusnya diangkat menjadi pemimpin Madinah sebelum Rasulullah SAW hijrah.
Kedatangan Rasulullah SAW dan para sahabat Muhajirin membuatnya harus memupus impian. Supaya eksistensinya tetap ada, ia tak berhenti “berkicau” dan mengacau.
Kejadian di sumur Muraisik itu sempat memancing kemarahan Umar ibn Khattab. Ia memohon pada Rasulullah SAW, “Perintahkanlah Bilal untuk membunuhnya.”
Permintaan itu tak dipenuhi Rasulullah SAW. Padahal kalau tidak dicegah, bisa dipastikan Abdullah bin Ubay akan terbunuh atau minimal babak belur dihakimi massa.
Hingga turunlah ayat, "Mereka orang-orang yang mengatakan (kepada orang-orang Anshar), "Janganlah kamu memberikan perbelanjaan kepada orang-orang (Muhajirin) yang ada di sisi Rasulullah supaya mereka bubar (meninggalkan Rasulullah)." Padahal kepunyaan Allah-lah perbendaharaan langit dan bumi, tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami. Mereka berkata, "Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah dari padanya. "Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui." [QS Al-Munaafiqun: 7-8].
Sadarlah penduduk Madinah kalau yang dimaksud dalam ayat itu adalah Abdullah bin Ubay. Hingga putranya sendiri Abdullah bin Abdullah bin Ubay meminta izin pada Rasulullah SAW untuk membunuh ayahnya, supaya tak ada dendam jika yang membunuh ayahnya adalah orang lain.
Medengar itu, Rasulullah SAW berkata pada Umar ibn Khattab, “Umar, bagaimana pendapatmu kalau waktu itu aku turuti permintaanmu untuk membunuhnya, tentu akan terjadi kegemparan karena orang akan berkata Rasulullah SAW membunuh sahabatnya. Kalau sekarang, tanpa perlu disuruh pun orang-orang ingin membunuhnya.”
Orang-orang munafik selalu ada di setiap perlintasan zaman. Pola mereka sama, menyusup dan mengadu domba kaum Muslimin.
Abdullah bin Ubay selamat karena kemurahan hati Rasulullah SAW, seandainya ia hidup hari ini, barangkali ia sudah habis ditawur massa.
"Inilah yang telah kalian perbuat terhadap diri kalian. Kalian menyediakan negeri kalian untuk mereka. Kalian bagikan kepada mereka harta benda kalian. Demi Allah, sekiranya kalian tidak memberikan bantuan pada mereka, maka mereka pasti akan beralih ke negeri lain bukan ke negeri kalian."
Demikianlah perkataan Abdullah bin Ubay bin Salul kepada orang-orang Anshar sesaat setelah pengepungan Bani Musthaliq pada tahun keenam Hijriyah.
Provokasi itu nyaris membuat kaum Muslimin saling baku hantam antara kaum Anshar dengan Muhajirin yang sebelumnya telah dipersaudarakan
Peristiwa berawal ketika pasukan Muslimin beristirahat di sumur Muraisik dalam perjalanan kembali ke Madinah.
Karena panas, lelah, dan berdesak-desaka
Peristiwa itu sebenarnya sudah selesai, namun karena provokasi Abdullah bin Ubay, nyaris saja kericuhan membesar.
Abdullah bin Ubay adalah gembong munafik Madinah. Ia orang terpandang, intelek, kaya dan suaranya didengar kaumnya. Namun ia tak pernah berhenti mengacau kaum Muslimin dengan segala cara.
Mengapa? Karena kalau tidak seperti itu, ia tak lagi dihormati kaumnya. Ia adalah seseorang yang seharusnya diangkat menjadi pemimpin Madinah sebelum Rasulullah SAW hijrah.
Kedatangan Rasulullah SAW dan para sahabat Muhajirin membuatnya harus memupus impian. Supaya eksistensinya tetap ada, ia tak berhenti “berkicau” dan mengacau.
Kejadian di sumur Muraisik itu sempat memancing kemarahan Umar ibn Khattab. Ia memohon pada Rasulullah SAW, “Perintahkanlah
Permintaan itu tak dipenuhi Rasulullah SAW. Padahal kalau tidak dicegah, bisa dipastikan Abdullah bin Ubay akan terbunuh atau minimal babak belur dihakimi massa.
Hingga turunlah ayat, "Mereka orang-orang yang mengatakan (kepada orang-orang Anshar), "Janganlah kamu memberikan perbelanjaan kepada orang-orang (Muhajirin) yang ada di sisi Rasulullah supaya mereka bubar (meninggalkan Rasulullah)." Padahal kepunyaan Allah-lah perbendaharaan langit dan bumi, tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami. Mereka berkata, "Sesungguhnya jika kita telah kembali ke Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah dari padanya. "Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui." [QS Al-Munaafiqun: 7-8].
Sadarlah penduduk Madinah kalau yang dimaksud dalam ayat itu adalah Abdullah bin Ubay. Hingga putranya sendiri Abdullah bin Abdullah bin Ubay meminta izin pada Rasulullah SAW untuk membunuh ayahnya, supaya tak ada dendam jika yang membunuh ayahnya adalah orang lain.
Medengar itu, Rasulullah SAW berkata pada Umar ibn Khattab, “Umar, bagaimana pendapatmu kalau waktu itu aku turuti permintaanmu untuk membunuhnya, tentu akan terjadi kegemparan karena orang akan berkata Rasulullah SAW membunuh sahabatnya. Kalau sekarang, tanpa perlu disuruh pun orang-orang ingin membunuhnya.”
Orang-orang munafik selalu ada di setiap perlintasan zaman. Pola mereka sama, menyusup dan mengadu domba kaum Muslimin.
Abdullah bin Ubay selamat karena kemurahan hati Rasulullah SAW, seandainya ia hidup hari ini, barangkali ia sudah habis ditawur massa.