Kenapa Seorang Suami Dimasa Tuanya Mengalami Depresi saat Istrinya Meninggal Dunia?

Kenapa Seorang Suami Dimasa Tuanya Mengalami Depresi saat Istrinya Meninggal Dunia Duluhan? 

Kakek Di usia senja
Kakek Di usia senja

Apakah seorang suami bisa mengalami depresi saat istrinya meninggal dunia?

Ini terjadi sama pakdeku.

Saat istrinya (budeku) meninggal, pakde terpukul hebat. Terlihat dari tangisannya yang menggeru. Wajah, matanya merah, sampai hidung tersumbat dan ingusnya keluar.

Semenjak bude meninggal, setiap habis subuh pakde duduk di teras rumah dengan tatapan mata yang kosong. Pikirannya seperti entah ke mana.

Pikiranku cuma satu, pakde terpukul atas kepergian istrinya.

Sejak ditinggal bude, pakde sering sakit. Paling parah sampai masuk ICU. Namun, karena saat itu pakde belum punya BPJS, akhirnya pakde meronta-ronta ingin pulang. Kepikiran biaya. Tangannya diikat, teriak-teriak minta pulang. Akhirnya pulang paksa setelah tiga hari dirawat di ICU.

Beberapa minggu kemudian, aku dengar pakde sakit lagi sampai muntah-muntah di kasurnya. Dibawa ke rumah sakit, tetapi pelayanannya jelek. Akhirnya pakde meninggal dunia di rumah sakit tersebut.

Setelah acara 40 harinya bude -(entah berapa hari, seingatku tiga hari setelah 40 hari bude)- pakde menyusul bude berpulang.

Saya pikir jika suami dan istri saling mencintai, menyayangi, dan melengkapi satu sama lain, bukan tidak mungkin jika suami/istri bisa depresi saat mereka kehilangan satu di antaranya. Entah suami ditinggal istri atau istri ditinggal suami.

Namun, menurut saya, harus ada penerimaan dalam diri sendiri, bahwa semua yang bernyawa pasti akan tiada. Harus ikhlas dan rida dengan ketetapan-Nya, supaya diri tidak mengalami "gangguan mental".

Sebab, jika tidak bisa menerima kenyataan yang ada atau ikhlas menerima, bisa mengakibatkan luka mendalam pada mental. Seperti orang yang saya temui kemarin saat kontrol.

Jadi, jawabannya adalah bisa.

Post a Comment

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Previous Post Next Post