Can the Contents of a Subpoena Directly Claim Compensation?
QUESTION
I'd like to ask. If a company is late in completing the promised services, can the summons imposed immediately demand compensation? Or you have to be summoned to finish the work first.
FULL REVIEW
Thank you for your question.
Subpoenas are regulated in Article 1238 of the Civil Code ("Civil Code") which states that the debtor is negligent if he, by a warrant or a similar deed, has been declared negligent, or for the sake of the agreement itself, namely if the agreement stipulates that thethe debtor must be considered negligent with the expiration of the specified time.
A summons is defined as a warning or warning so that the debtor can carry out his obligations or achievements at a certain time in a warning letter or summons. If a party to the agreement does not carry out its performance, then based on Article 1243 of the Civil Code, compensation for costs, losses and interest due to non-fulfillment of an agreement begins to be required, if the debtor has been given a warning that he has neglected his obligations, but then he continuesneglecting it or if something must be given or done can only be given or done within a time that exceeds the specified time. This warning is called a warning or summons. So the subpoena will only be implemented if the debtor does not carry out his obligations or achievements.
The purpose of a summons or warning is to remind parties who do not carry out their achievements so that they can fulfill their achievements in accordance with the agreement agreed upon by the parties, because the agreement applies as law for the parties and is binding, thereforeThe parties are obliged to comply with the contents of the agreement.[1]
The subpoena is in written form, which based on practice contains, among other things, the following:
identity of the addressed party;
identity of the sender of the subpoena (can be an individual or agency);
why the case is sitting until the summons is sent;
the contents of the summons containing the problem and firm demands/orders;
deadline for responding to the subpoena;
further legal action to be taken if the party summoned is not willing to fulfill its achievements;
signature of the sender of the subpoena.
There are no provisions governing how many times a subpoena must be submitted, but in practice, generally a subpoena is submitted 2 or 3 times. Usually the time span between the first, second and third summons is usually 7 to 14 days. Subpoenas can be made by anyone, not only by law graduates or law offices, but from experience in the field, subpoenas will have more influence if you use the services of a law office or Legal Aid Institute.
After the subpoena has been served, if the party being summoned still does not carry out his performance without a valid reason, then this will put him in a state of negligence as we explained previously, and from that moment on all the consequences of default apply to the party who does notcarry out its achievements. Referring to J. Satrio's opinion quoted in the article What is a Subpoena?, the party serving the subpoena has the right to demand:
Fulfillment of engagement;
Fulfillment of obligations and compensation;
Compensation;
Cancellation of mutual consent;
Cancellation of engagement and compensation.
Compensation may include costs actually incurred, losses incurred as a result of the default, as well as interest.[2]
Answering your question, basically what is requested in the summons is the fulfillment of the achievements/things promised by the debtor. Then, if the orders in the subpoena are not fulfilled then things can be demanded which are the rights of the creditor/sender of the subpoena as we quoted above. However, the subpoena can also include potential losses that will be suffered by the creditor if the debtor still does not carry out the achievements, for which compensation will be requested from the debtor if the subpoena is not implemented.
So, you can submit a subpoena to the company on the basis of a mutually agreed agreement, conveying in firm and straightforward sentences what the problem is until the subpoena is submitted, for example regarding delays in work implementation. After that, emphasize the demands you want in the form of a request to immediately carry out the work. Then, you can also include in the subpoena potential losses as a result of delays or non-performance of work, for which compensation will be requested from the company.
However, it should be noted that not all engagements require a prior subpoena to request compensation. As stated in Article 1243 of the Civil Code, in the event that something that must be given or done can only be given within a predetermined time, then if that time has passed, compensation for costs, losses and interest will also begin to be required.
Also read: Determining Interest and Fines in Default
That's our answer, hopefully it's useful.
Legal basis:
Code of Civil law.
[1] Article 1338 Civil Code
[2] Article 1243 Civil Code
Tags
Default, Agreement, Dispute, Justice
Bisakah Isi Somasi Langsung Menuntut Ganti Rugi?
PERTANYAAN
Saya ingin bertanya. Jika sebuah perusahaan terlambat dalam menyelesaikan jasa yang dijanjikan, apa somasi yang dikenakan bisa langsung menuntut ganti rugi? Atau harus somasi menyelesaikan pekerjaannya dahulu.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Somasi diatur dalam Pasal 1238 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) yang menyatakan bahwa debitur adalah lalai apabila ia dengan surat perintah atau dengan sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, yaitu jika perikatan tersebut menetapkan bahwa si debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.
Somasi diartikan sebagai peringatan atau teguran agar debitur dapat melaksanakan kewajiban atau prestasinya pada suatu waktu tertentu dalam surat teguran atau somasi. Apabila ada pihak dalam perjanjian tidak melaksanakan prestasinya, maka berdasarkan Pasal 1243 KUH Perdata, penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur telah diberi peringatan bahwa ia melalaikan kewajibannya, namun kemudian ia tetap melalaikannya atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan. Peringatan tersebutlah yang disebut dengan teguran atau somasi. Jadi somasi baru dilaksanakan, apabila debitur tidak melaksanakan kewajiban atau prestasinya.
Tujuan somasi atau teguran adalah untuk mengingatkan pihak yang tidak melaksanakan prestasinya agar dapat memenuhi prestasinya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak, karena perjanjian itu berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak dan bersifat mengikat, oleh karenanya para pihak wajib menaati isi perjanjian tersebut.[1]
Somasi berbentuk tertulis, yang berdasarkan praktik di dalamnya memuat di antaranya hal-hal berikut ini:
indentitas pihak yang dituju;
identitas pengirim somasi (bisa perorangan atau instansi);
duduknya perkara mengapa sampai dikirimkannya surat somasi;
isi somasi yang memuat permasalahan dan tuntutan/perintah yang tegas;
tenggang waktu ditanggapinya somasi ;
upaya hukum lanjutan yang ditempuh apabila pihak yang disomasi tidak juga mau memenuhi prestasinya;
tanda tangan pengirim somasi.
Tidak ada ketentuan yang mengatur berapa kali somasi harus diajukan, namun dalam praktik, umumnya somasi diajukan 2 kali atau 3 kali. Biasanya rentang waktu antara somasi pertama, kedua dan ketiga lazimnya adalah 7 sampai 14 hari. Somasi dapat dibuat oleh siapapun, tidak hanya oleh Sarjana Hukum atau Kantor Hukum, namun dari pengalaman di lapangan, somasi akan lebih berpengaruh apabila menggunakan jasa kantor hukum atau Lembaga Bantuan Hukum.
Setelah dilakukannya somasi, apabila pihak yang disomasi tetap tidak melaksanakan prestasinya tanpa alasan yang sah, maka hal tersebut membawanya berada dalam keadaan lalai sebagaimana yang telah kami jelaskan sebelumnya, dan sejak saat itu semua akibat wanprestasi berlaku pada pihak yang tidak melaksanakan prestasinya. Merujuk kepada pendapat J. Satrio yang dikutip dalam artikel Apakah Somasi Itu?, pihak yang melakukan somasi mempunyai hak untuk menuntut:
Pemenuhan perikatan;
Pemenuhan perikatan dan ganti rugi;
Ganti rugi;
Pembatalan persetujuan timbal balik;
Pembatalan perikatan dan ganti rugi.
Ganti kerugiannya bisa meliputi biaya yang nyata-nyata telah dikeluarkan, kerugian yang timbul sebagai akibat adanya wanprestasi tersebut, serta bunga.[2]
Menjawab pertanyaan Anda, pada dasarnya hal yang diminta dalam somasi adalah pemenuhan prestasi/hal yang dijanjikan oleh debitur. Lalu, apabila perintah dalam somasi tersebut tidak dipenuhi barulah dapat dituntut hal-hal yang menjadi hak kreditur/pengirim somasi sebagaimana yang kami kutip di atas. Namun, dalam somasi tersebut juga dapat dicantumkan potensi kerugian yang akan diderita oleh kreditur apabila debitur tetap tidak melaksanakan prestasi, yang akan dimintakan ganti kerugiannya ke debitur tersebut apabila somasi tidak dilaksanakan.
Sehingga, Anda dapat mengajukan somasi kepada perusahaan tersebut dengan dasar perjanjian yang telah disepakati bersama, yang disampaikan dengan kalimat tegas dan lugas apa yang menjadi permasalahan sampai diajukannya somasi tersebut, misalnya tentang keterlambatan pelaksanaan pekerjaan. Setelah itu tegaskan tuntutan yang Anda inginkan berupa permintaan untuk segera melaksanakan pekerjaan. Kemudian, Anda juga dapat mencantumkan dalam somasi tersebut potensi kerugian sebagai akibat dari keterlambatan atau tidak dilaksanakannya pekerjaan, yang akan dimintakan ganti kerugiannya ke perusahaan tersebut.
Namun, perlu dicatat bahwa tidak semua perikatan memerlukan somasi terlebih dahulu untuk meminta ganti kerugian. Sebagaimana bunyi Pasal 1243 KUH Perdata, dalam hal sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan dalam waktu yang telah ditentukan, maka apabila waktu tersebut telah terlampaui penggantian biaya, kerugian dan bunga juga mulai diwajibkan.
Baca juga: Menentukan Bunga dan Denda dalam Wanprestasi
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
[1] Pasal 1338 KUH PErdata
[2] Pasal 1243 KUH Perdata
Tags
Wanprestasi
Perjanjian
Sengketa
Peradilan