Skip to main content

ABOUT SYAWAL FASTING

ABOUT SYAWAL FASTING


By: Ahmad Syahrin Thoriq

1. What is the basis for the syariat and fadhilah of Shawwal fasting? 
The basis is:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
"Whoever fasts Ramadan and then follows it with six days of fasting in the month of Shawwal, then it is as if he fasted a whole year." (Muslim HR)
Said al imam Ibn Mubarak: "This is a good practice to do, as well as fasting three days every month." [1]

2. What is the law? 
Based on the hadith above, the majority of scholars are of the opinion that fasting Shawwal is sunnah, while the Malikiyyah school of thought is of the view that fasting Shawwal is makruh.[2]

3. What is the basis for Malikiyyah's opinion on punishing makruh? 
The Maliki school of thought makes the amaliyah of the people of Medina the foundation of law (mashdar al-Syari'ah). 
When there is an ahad hadith in which the content contradicts the practice of the people of Medina, even though it is authentic, what wins is the practice of the people of Medina. 
And about fasting Shawwal Imam Malik said:
Amen َهْلُ الْجَهَالَةِ
"And the experts of knowledge make it makruh (fasting the 6 days of Shawwal), and worry that it is a bid'ah, and worry that ordinary people think it is part of Ramadan even though it is not."
He also said, "none of the narrations that reached me about fasting Shawwal from any of the scholars of the Salaf'."[3]

READ MORE
4. When is the Shawwal fasting time? 
Shawwal fast is done on the days of the month of Shawwal from the second to the end of the month. 

5. Does it have to be sequential? 
Scholars agree that fasting Shawwal does not have to be sequential, it can be done separately. 

6. Is the afdhal done successively? 
The Syafi'iyyah are of the opinion that it is after the 6-day fast of Shawwal done consecutively after the feast of 'Idul Fitri. Al Imam Nawawi Rahimahullah said:
والأفضل أن تصام الست متوالية عقب يوم الفطر
"The afdhal is fasting six days in a row after the Eid al-Fitr."[4]
Hanabilah believes that there is no sunnah fasting in Shawwal done sequentially. So according to this school of thought, the fasts are sequential or scattered, it's the same. 
The Hanafiyyah group actually contradicts the opinion of the Syafi'iyyah, they say that the Shawwal fast should be done separately. 
And of course the most extreme is the opinion of the Malikiyyah, they consider that fasting Shawwal whether done sequentially or separately is equally makruh in law! 
It's clear like that, because since the beginning of this school of thought that Shawwal fasting is makruh.[5]

7. Do you have to make up your fast before you can do Syawal? 
Not a single scholar is of the opinion that for the validity of the Shawwal fast, one must first make up the fasting of Ramadan. So it's okay to fast Shawwal even though you have a debt to fast during Ramadan.[6]

8. Which is the main thing, fasting Shawwal or making up the fasting of Ramadan first? 
According to the majority of scholars, what is afdhal is making up the fasts of Ramadan that are owed first. Because it prioritizes what is obligatory over what is sunnah. 

9. Is it permissible to fast Shawwal while intending to make up the fast of Ramadan at the same time? 
The majority of scholars do not allow this, this is because in general the obligatory worship cannot be combined with other worship either sunnah or obligatory. The law of making up up Ramadan is obligatory.[7]

10. How about fasting Shawwal and intending to fast Monday, Thursday or other sunnah fasts? 
Yes, combining sunnah worship with sunnah is permissible according to the majority of scholars.[8]
Wallahu a'lam. 


SEPUTAR PUASA SYAWAL

Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq

1. Apa dasar pensyariatan dan fadhilah puasa Syawal ?
Dasarnya adalah :
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
"Siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian diikuti dengan puasa enam hari di bulan syawal, maka ia seperti berpuasa setahun penuh". (HR Muslim)
Berkata al imam Ibnu Mubarak : "Ini adalah amalan yang bagus untuk dikerjakan, seperti halnya puasa tiga hari setiap bulannya." [1]

2. Apa hukumnya ?
Berdasarkan hadits diatas, maka mayoritas ulama berpendapat bahwa puasa Syawal hukumnya sunnah, sedangkan kalangan mazhab Malikiyyah berpendapat puasa Syawal hukumnya makruh.[2]

3. Apa dasar pendapat Malikiyyah menghukumi makruh ?
Madzhab Maliki menjadikan amaliyah penduduk Madinah sebagai sandaran hukum (mashdar al-Syari'ah).
Ketika ada hadits ahad yang mana kandungannya itu bertentangan dengan amalan penduduk Madinah, walaupun itu shahih, yang dimenangkan ialah amalan penduduk madinah.
Dan tentang puasa Syawal Imam Malik berkata :
وَإِنَّ أَهْلَ الْعِلْمِ يَكْرَهُونَ ذَلِكَ وَيَخَافُونَ بِدْعَتَهُ وَأَنْ يُلْحِقَ بِرَمَضَانَ مَا لَيْسَ مِنْهُ أَهْلُ الْجَهَالَةِ
"Dan para ahli ilmu memakruhkan itu (puasa 6 hari syawal), dan mengkhawatirkan bahwa itu adalah sebuah bid'ah, dan khawatir kalau orang-orang awam mengganggap itu bagian dari Ramadhan padahal bukan.”
Beliau juga berkata, ”tidak satu pun riwayat yang sampai kepadaku tentang puasa Syawal dari salah satu ulama salaf'."[3]

4. Kapan waktu puasa Syawal ?
Puasa Syawal dikerjakan di hari-hari pada bulan Syawal mulai tanggal dua sampai akhir bulan.

5. Apakah harus berurutan ?
Ulama sepakat berpendapat bahwasanya puasa Syawal tidak harus berurutan, boleh dikerjakan secara terpisah-pisah.

6. Apakah afdhalnya dikerjakan berturut-turut ?
Kalangan Syafi’iyyah berpendapat bahwa afdhalnya puasa 6 hari Syawal dikerjakan secara berturut-turut selepas hari raya 'Idul Fithri. Berkata al imam Nawawi rahimahullah :
والأفضل أن تصام الست متوالية عقب يوم الفطر
"Yang afdhal adalah berpuasa enam hari berturut-turut selepas hari raya Idul Fitri."[4]
Hanabilah berpendapat tidak ada kesunnahan puasa Syawal dikerjakan berurutan. Jadi menurut madzhab ini berurutan atau berpencar-pencar puasanya, sama saja.
Kalangan Hanafiyyah justru bertentangan dengan pendapat Syafi’iyyah, mereka mengatakan afdhalnya puasa Syawal dikerjakan secara terpisah-pisah.
Dan tentu yang paling ekstrim adalah pendapat kalangan Malikiyyah, mereka menganggap bahwa puasa Syawal baik dikerjakan berurutan atau terpisah –pisah sama saja makruh hukumnya !
Terang saja seperti itu, karena sejak awal madzhab ini berpendapat bahwa puasa Syawal hukumnya makruh.[5]

7. Apakah harus qadha puasa dulu baru boleh Syawal ?
Tidak ada satupun ulama yang berpendapat bahwa untuk keabsahan puasa Syawal harus qadha puasa Ramadhan terlebih dahulu. Jadi boleh saja puasa Syawal meskipun punya hutang puasa Ramadhan.[6]

8. Mana yang utama puasa Syawal atau qadha puasa Ramadhan dahulu ?
Yang afdhal menurut jumhur ulama adalah qadha (membayar) puasa Ramadhan yang terhutang terlebih dahulu. Karena mendahulukan yang wajib dari yang sunnah itu utama.

9. Bolehkah berpuasa Syawal sekaligus berniat mengqadha puasa Ramadhan ?
Mayoritas ulama tidak membolehkan, hal ini karena umumnya ibadah wajib itu tidak bisa digabung dengan ibadah lainnya baik yang sunnah, ataupun yang hukumnya wajib. Hukum qadha Ramadhan adalah wajib.[7]

10. Bagaimana kalau puasa Syawal sekaligus niat puasa senin kamis atau puasa sunnah lainnya ?
Boleh, menggabungkan ibadah sunnah dengan sunnah dibolehkan menurut jumhur ulama.[8]
Wallahu a’lam.

Comments