Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya menilai, ada sejumlah faktor yang menyebabkan koalisi Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tak kunjung diresmikan.
Salah satunya, kongsi yang menamakan diri Koalisi Perubahan itu diduga masih menanti manuver PDI Perjuangan untuk Pemilu 2024.
"Menurut saya, mereka juga sekaligus ingin membaca peta dan keputusan yang akan diambil oleh PDI Perjuangan," kata Yunarto kepada Kompas .com, Minggu (8/1/2023).
Bagaimanapun, PDI-P merupakan partai penguasa dua periode yang elektabilitasny
Dengan perolehan suara 19,33 persen pada Pemilu 2019, praktis, partai pimpinan Megawati Soekarnoputri itu menjadi satu-satunya parpol yang lolos presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden tanpa perlu berkoalisi dengan partai lain.
Oleh karenanya, menurut Yunarto, wajar jika calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) serta koalisi partai banteng sangat dinantikan oleh parpol-parpol lain.
Bahkan, kata dia, bukan tidak mungkin koalisi-koalisi
"Itu akan mengubah segala konstelasi," ujar Yunarto.
Selain faktor lawan, Yunarto menduga, lamanya peresmian koalisi Nasdem-Demokrat
Demokrat bersikukuh mengajukan nama ketua umumnya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menjadi calon RI-2.
Sementara, PKS tak mau kalah, ingin supaya mantan Gubernur Jawa Barat yang juga Wakil Ketua Majelis Syura PKS Ahmad Heryawan atau Aher yang mendampingi Anies.
Namun, menurut Yunarto, dibandingkan dengan PKS, Demokrat tampak lebih ngotot untuk memajukan nama AHY.
Seandainya keinginan Demokrat tak terakomodasi, bukan tidak mungkin partai berlambang bintang mercy itu hengkang dari rencana koalisi.
"Kita tahu karakter dari Partai Demokrat yang sangat terpusat pada nama Yudhoyono sepertinya memang harga mati ada di nama AHY yang menurut saya memang akan menjadi variabel penentu," ujarnya.
Seandainya AHY yang jadi cawapres Anies, Demokrat diprediksi mendulang limpahan elektoral besar. Sebaliknya, Nasdem dan PKS bakal merugi.
Sementara, jika Aher maju ke panggung pemilihan, hanya PKS yang diuntungkan, sedangkan Nasdem dan Demokrat tak terdampak efek ekor jas.
Demi limpahan elektoral inilah, kata Yunarto, partai politik kekeh ingin memajukan kader mereka sebagai calon RI-2.
"Dua partai yang lain yang belum bisa meng-state Anies selama beberapa bulan ini kan paling tidak ingin mendapatkan jatah cawapres sehingga kemudian efek ekor has bisa didapatkan oleh partainya," tutur dia.
Sebagaimana diketahui, kabar koalisi Nasdem, Demokrat, dan PKS untuk Pemilu 2024 sudah direncanakan sejak lama. Namun, hingga kini kongsi ketiga partai tak kunjung resmi.
Meski begitu, pada Oktober 2022 lalu, Nasdem lebih dulu mendeklarasikan
Belakangan, ketiga partai tampak tak sepaham soal peresmian koalisi. Demokrat menyiratkan keinginan untuk mendeklarasikan
Namun, partai yang dimotori AHY itu ingin deklarasi koalisi bersamaan dengan penetapam bakal capres dan cawapres. Gelagat serupa juga ditunjukkan oleh PKS.
Terkait ini, Nasdem memberikan respons berbeda. Partai besutan Surya Paloh itu menyebut, penentuan cawapres tak boleh sembarangan dan terburu-buru.
“Kita tentu harus melihat variabel siapa yang akan menjadi lawan tanding, (sehingga) prinsip play to win itu terpenuhi, kan dalam salah satu kriteria yang kita sepakati itu adalah cawapres memiliki variabel pemenangan,” kata Ketua DPP Partai Nasdem Willy Aditya saat ditemui di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (2/1/2023).
spiritua ai, religius, adsense, google, youtube,
Diduga
Koalisi Nasdem-Demokrat-PKS
PDI-P
Tak Kunjung Resmi
Tunggu Manuver