Plus Minus Pondok Dan Bangku Kuliah
Keduanya tidak bisa dipisah. Apalagi dikotomi formal non formal, agama non agama pasti bikin jalan salah satunya sempoyongan. Jika anda di pondok, apatisme santri pada bangku kuliah mungkin masih banyak.
Setidaknya masa sebelum gua jadi Imam bezarrr masih biasa terdengar. Satu kenaifan yang menurutku zulith terobati. Mungkin sekarang sudah berkurang si. Beda lagi kalau alasan biaya, tentu bisa ditolerir.
Setidaknya ada dua hal paling mencolok dalam tradisi pondok, yaitu dunia tulis dan membaca realitas kekinian. Santri santri lawas, yang mondok hingga belasan tahun, bolehlah kita setarakan doktor dalam jenjang pendidikan. Bisa dikatakan grammar arabic sudah wolal walik sekalipun, betapa tradisi karya tulis itu sangat minim disadari.
Dan yang mungkin jarang disinggung, berkutatnya santri membaca wacana karya lampau, sering lupa bahwa kita menginjak masa kini yang butuh operasi bedah kekinian. Realita kitab sudah barang tentu sama sekali jauh terlampaui zaman. Bukan dalam rangka menjadul mandulkan narasi kitab, tapi justru gimana agar pesan tersimpul didalamnya terejawentahkan
Salah satu hal yang hingga kini masih terasa berat menyadarkan santri, betapa pentingnya wolak walik bongkar pasang ilmu hadits. Bicara agama, yang hari harinya jadi makanan pokok santri, tentu tak bisa lepas dari ulik ulik hadits. Namun sebaliknya, karena kuatnya mereka memegang narasi kitab taken for granted, yang lantas dibuat pakem mati, zulith diajak latihan berselancar dalam kritisi teks yang ada. Padahal itu modal awal membaca realita. Pokoknya ada tertera kitab berbicara, ya langsung sedot aza.
Begitu pula sebaliknya.
Tidak sedikit yang dasar agama kosong, langsung ambil bangku perguruan tinggi tentu saja kelabakan. Ada yang berpikir agama ndakik ndakik, segala bongkar teori dipaparkan, ternyata dasarnya nol ya ente diguyu truwelu. Tetep saja bukan bidangmu. Model bongkar tapi gak bisa pasang ini juga gak kalah ramai. Hanya saja biasanya tidak perlu ditanggapi karena beda dunia. Tentu saja gak ada saklar sambungnya.
Bahkan hal ini masih gua rasakan sendiri. Kerangka peta hadits umpamanya, karena suasana kuliah diarahkan alur perjalanan garis besarnya, jadi frame zone titik pandang dan obyek analisa termodulasi. Tapi tentu kelas doktor hadits sekalipun akan kelabakan baca fathul bari secara utuh karena kuliah tidak diajarkan ngaji gelondongan katam. Tentu saja tetap perlu ndeprok ngaji dengarkan kyai baca perkalimat kitab di pondok.
Dan jarang jarang yang bisa. Atau sebaliknya, andai di pondok ada ngaji fathul bari sekalipun, santri yang katam baca ya belum tentu tau arah seluk-beluknya tanpa ketahui kerangka peta ilmu hadits yang biasanya di kaji di bangku kuliah dengan kritis.
Intinya, jangan mengecilkan peran keduanya.
Shollu alan nabi;
🙈🌹🍆
صَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّد وعلى آله وأصحابه وأزواجه.
Shallallahu 'Ala Sayyidina Muhammad wa 'alaa aalihi wa ashaabihi wa azwaaji.