Misteri Sejarah dan Legenda Gunung Semeru

Misteri Sejarah dan Legenda Gunung Semeru 

Gunung Semeru merupakan gunung tertinggi di pulau Jawa dengan ketinggian 3.676 mdpl dan masuk dalam daftar 7 Summit Indonesia, sekaligus menjadi gunung berapi tertinggi ke-3 di Indonesia. Gunung aktif bertipe stratovolcano ini sudah pasti sangat dikenal para pecinta alam khususnya pendaki gunung nusantara. 


Selain fenomena meletus tiap 20 menit sekali yang bisa disaksikan langsung, Gunung Semeru memiliki pesona alam mempesona berupa Danau Ranu Kumbolo. Namanya yang populer di kalangan pecinta alam, bahkan wisatawan mancanegara, Gunung Semeru memiliki legenda menarik yang perlu untuk diketahui.


Gunung Semeru berada di dua wilayah yaitu Kabupaten Malang dan Lumajang. Gunung Semeru masuk di dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) yang kaya akan budaya suku Tengger yang menjadi daya tarik utama wisatawan. 

Selain menyimpan keindahan panorama, Gunung Semeru menyimpan sejarah penting bagi umat Hindu. Gunung Semeru memiliki tempat khusus bagi umat Hindu dan Budha di Indonesia karena dianggap sebagai gunung suci yang berada di India. 


Gunung Semeru sendiri berasal dari bahasa sansekerta yang berarti Sumeru 'Meru Agung'. Semeru juga diartikan sebagai 'Lingga Acala'. Lingga berarti "tidak bergerak ; sesuatu bukan ciptaan manusia", dan Acala berarti "gunung ; karang".

Penjelajah Awal Semeru
Bagaimana pesona alam Gunung Semeru diketahui para petualang?. Yah, tentu ada orang di dunia yang pernah menjelajahi Gunung Semeru hingga kemudian terbentuk jalur pendakian resmi yang kini bisa dengan mudah dilalui oleh para petualang. Jauh sebelumnya, Gunung Semeru memang pernah didaki oleh beberapa orang, yaitu :
1838 : Clignet, ahli geologi asal Belanda mendaki Gunung Semeru untuk pertama kalinya lewat jalur pendakian Widodaren. Dia adalah orang pertama yang mendaki Gunung Semeru.
1911 : Van Gogh dan Heim, mendaki Gunung Semeru lewat lereng utara yang kini dikenal dengan jalur Ranupane.
1945 : Junhuhn, ahli botani asal Belanda melakukan pendakian pertama Gunung Semeru lewat jalur pendakian Ayek-ayek.

Setelah 1945, Pendakian Gunung Semeru pada umumnya dilakukan lewat jalur Ranu Pane.

Legenda Gunung Semeru
Dalam kitab Tantu Panggelaran pada abad 15, konon keadaan bumi miring karena Gunung Meru di India terlalu berat. Pulau Jawa menjadi tidak stabil. Terapung di lautan luas dan terombang-ambing karena ombak yang begitu ganas.


Melihat pulau yang tidak menentu tersebut, para Dewa bersepakat untuk memaku Pulau Jawa dengan cara memindahkan Gunung Meru di India ke Pulau Jawa. Untuk melakukan tugasnya, para Dewa merubah dirinya. Dewa Wisnu menjelma sebagai kura-kura raksasa, Dewa Brahma menjelma sebagai ular yang sangat penjang. 

Legenda Gunung Semeru
Gunung Meru diletakkan di punggung kura-kura raksasa, sedangkan ular panjang bertugas melilit mereka agar tidak jatuh selama perjalanan. Sesampainya di pulau Jawa, Gunung Semeru  diletakkan di bagian barat pulau Jawa, tetapi tidak seimbang karena bagian timur terangkat ke atas. Akhirnya para dewa memindahkan Gunung Meru ke timur. 


Saat membawanya ke timur, bagian Gunung Meru tercecer dan membentuk barisan pegunungan dari barat ke timur. Meski begitu, pulau Jawa masih tetap miring. Akhirnya para dewa memotong sebagian gunung dan menempatkannya di bagian barat laut.

Konon, penggalan Gunung Meru ini membentuk Gunung Penanggungan atau Gunung Pawitra. Sedangkan bagian utama gunung dikenal dengan nama Gunung Semeru dan dipercaya sebagai tempat bersemayam Dewa Siwa. Dikatakan juga dalam teks-teks "purana" India yang tergolong kitab Upaweda bahwa tuhan mahatunggal yang bersemanyam di puncak Mahameru dikenal sebagai Gunung Himawan atau Kailasa yang bersaljut abadi. 

Disanalah Dewa Siwa menurunkan ajaran-ajarannya kepada Dewi Parwati, Sang Dewi gunung. Sementara Pulau Jawa adalah nama yang diberikan dewa Siwa karena pulau ini dulunya banyak ditumbuhi pohon Jawawut.

Semeru Sebagai Gunung Suci
Thomas Stamford Raffles dalam bukunya The History of Java, menyebut kata Semiru (Gunung Semeru) dan diyakini bahwa pemerintahan tertua di tanah Jawa berada di kaki Gunung Semeru bernama Giling Wesi yang didirikan oleh Tritresta  sebagai penguasa pertama.

Semeru disebutkan dalam prasasti Pasrujambe  di Kabupaten Lumajang bahnwa dulu daerah tersebut merupakan padepokan dan tempat tinggal resi, tepatnya di Dusun Munggir. Resi Pasopati adalah penyebar Hindu di Jawa yang disebut-sebut moksa di Gunung Semeru. 

Menurut masyarakat Hindu di Bali dan Jawa, pemindahan Gunung Meru merupakan pemindahan kayangan para dewa dan nilai-nilai luhur dalam agama Hindu, karena sebelum dipindahkan, Gunung Meru dipercaya sebagai tempat bersemayamnya para dewa sekaligus tempat terhubungnya bumi dan kahyangan. Sampai sekarang'pun Gunung Semeru diyakini sebagai tempat abadi para dewa. 

Pura Mandhara Giri Semeru Agung
Menurut masyarakat Bali, Gunung Semeru juga dipercaya sebagai bapak dari Gunung Agung. Untuk menyembah para dewa, umat Hindu Bali dan umat Hindu Tengger mendirikan Pura Mandhara Giri Semeru Agung. Upacara sesaji kepada dewa-dewa di Gunung Semeru tiap 8-12 tahun sekali dilakukan orang Bali hanya ketika ada yang menerima suara gaib dari dewa Gunung Semeru. 

Arcopodo
Dikenal sebagai gunung suci, Gunung Semeru tentu memiliki misteri yang menyelimutinya, salah satunya adalah Arca Pada. Arcopodo dikenal sebagai pos terakhir dalam Pendakian Gunung Semeru. Nama Arcopodo ini berasal dari kata 'arca' dan 'pada' yang berarti 'arca yang sama'. Konon, Arca Pada ini menjaga sebuah gapura gaib yang hanya bisa dilihat oleh orang tertentu yang memiliki ilmu tinggi alam gaib.

Arcopodo pertama kali ditemukan oleh Norman Edwin dan Herman O Lantang, mapala Universitas Indonesia tahun 1984. Dua tahun kemudian, Norman kembali ke tempat dua arca dan menuliskannya temuannya di majalah Swara Alam tahun 1986 dan setelah itu Arca Pada tidak diketahui keberadaanya seolah hilang secara misterius. 

Namun, pada November 2011 ketika Tim Ekspedisi Cincin Api Kompas melakukan penelusuran untuk membuktikan keberadaan arca yang dianggap hilang lebih dari seperempat abad itu, ternyata kedua arca tidak pernah hilang dan tetap di tempatnya. Sepasang arca ini tepat menghadap ke utara, dimana tepat menghadap puncak Mahameru.

Menurut penduduk sekitar, jalur pendakian saat itu memang dirubah ke jalur baru seperti sekarang untuk melindungi keberadaan arca dari orang-orang tak bertanggung jawab. Selain itu juga terjadi kerusakan jalur karena perubahan kondisi alam, sehingga jalur baru dibuat. Keberadaan arca kembar ini tentu saja berhubungan dengan Gunung Semeru sebagai gunung suci bagi umat Hindu. 

Merujuk dari buku karya Prof. Soekmono, Arcopodo adalah Arca perwujudan dari Dewa Kala dan Anukala yang mempunyai tugas untuk menjada gerbang gapura candi pada gapura sebelah barat. Sedangkan bagian timur dijaga oleh Dewa Gana, gapura selatan dijaga oleh Dewa Agasti dan gapura utara dijaga oleh Dewa Gauri  (Dr. Pigeaud 1924:96-97). 

Menurut Dwi Cahyono, salah satu dosen arkeolog Universitas Negeri Malang, Arcopodo diperkirakan peninggalan jaman kerajaan Majapahit. Menurutnya kata Arcopodo juga berasal dari kata Arca dan Pada yang artinya 'tempat arca'. 

Salah satu arca kemungkinan adalah sosok salah satu dari pandawa, yaitu Bima karena badan dan tangannya mirip dengan foto arca Bima. Bima adalah perwujudan tokoh tolak bala dan dalam hal ini Bima bertugas menghalau bencana dari puncak Gunung Semeru yang aktif.

Arcapada bisa diartikan sebagai Adam - Hawa dan Kamajaya - Kamaratih (Hindu). Dalam kepercayaan Hindu, Kamajaya dan Kamaratih memulai kehidupan dari Sumber Mani, sumber air di bawah Arcapada. 

Sesuai namanya, Sumber Mani merupakan awal mula adanya kehidupan atau kehidupan selanjutnya. Sumber Mani adalah air suci pertama paling tinggi, kemudian turun menjadi Ranu Kumbolo, Ranu Pani, Ranu Regulo, Watu Klosot dan terakhir Selokambang.

Kini Gunung Semeru semakin dikenal oleh banyak petualang yang mencapai ratusan pendaki tiap minggunya. Sebagai tempat yang suci, sudah sepantasnya pendakian ke Gunung Semeru dilakukan dengan tidak melanggar aturan yang sudah dibuat oleh pihak taman nasional. Selain itu, menjaga sikap dan perilaku di gunung ini ataupun gunung yang lain juga harus dilakukan. Tertarik untuk mendaki kesana?


Post a Comment

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Previous Post Next Post