JALAN TERJAL MENUJU PERDAMAIAN


JALAN TERJAL MENUJU PERDAMAIAN

Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq 

1. Ditentang oleh pendukungnya.

Keinginan sayidina Hasan untuk menciptakan perdamaian lewat penyerahan tampuk kekhalifahan kepada Mu’awiyah bukanlah jalan mulus bertabur bunga. Justru beliau harus menghadapi rintangan dan aksi penolakan dari para pendukungnya.

Bahkan sayidina Husain radhiyallahu'anhu awalnya termasuk yang menolak dengan keras rencana dari kakaknya ini. Beliau berkata kepada sayidina Hasan :

اعيذك بالله ان تكذب عليا فى قبره وتصدق معاوية

“Aku memohonkan perlindungan Allah kepadamu, jangan sampai engkau mendustakan Ali dikuburnya lalu memilih membenarkan Mu’awiyah.”

Mendengar perkataan adiknya ini, Hasan membalas dengan kalimat yang meninggi :

والله ما اردت امرا قط الا خالفتني الي غيره. والله لقد هممت أن اقذفك فى بيت فأطينه عليك حتي أقضى امري.

“Demi Allah, tidaklah aku menginginkan sesuatu, kecuali engkau menentangku. Demi Allah aku sangat ingin memasukkan engkau ke sebuah rumah lalu menguncimu di dalamnya, agar aku bisa menunaikan urusanku !”

Sayidina Husein ketika melihat adanya kemarahan di wajah kakaknya akhirnya melunak lalu berkata :

أنت اكبر ولد علي، وانت خليفته. امرنا بامرك تبع. فافعل مابدا لك

“Baiklah. Engkau adalah anak Ali yang paling senior. Engkau juga menjadi khalifah penggantinya. Kami akan senantiasa mengikuti perintahmu. Lakukanlah apa yang sudah engkau mulai itu...”

2. Percobaan pembunuhan terhadap beliau.

Paling tidak tercatat ada dua kali upaya pembunuhan terhadap diri Hasan radhiyallahu'anhu. Yang pertama ketika awal mula beliau menyampaikan niatnya kepada para pengikutnya untuk berdamai dengan Muawiyah. 

Ibnu Sa’ad dalam tabaqatnya menyebutkan bahwa Hasan bin Ali diserang oleh seorang laki-laki ketika sedang sujud di dalam shalat. Bagian bokong beliau tertusuk lembing hingga menyebabkan sakit berbulan-bulan.

Percobaan kedua terjadi pasca disepakati perdamaian dengan Mu’awiyah. Saat itu beliau sedang berpidato menyampaikan penjelasan tentang perdamaian yang diadakan agar bisa dipahami oleh mereka yang salah paham mengira bahwa beliau menyerah.

Namun karena para pendukungnya terlanjur kecewa dan marah, pidato Hasan tidak banyak pengaruhnya. Sebagian mereka ada yang meneriakinya : “Dia berdamai dengan Mu’awiyah. Dia benar-benar lemah tidak berdaya !”

Beberapa orang menyerbu ke tenda Hasan dan menyerang beliau. Terjadilah kericuhan. Massa yang beringas ada yang menarik baju dan selendangnya. Beberapa orang membantu Hasan untuk bisa lolos dari kekacauan itu dengan menaikkannya ke kuda tunggangannya. 

Tiba-tiba seorang laki-laki bernama Jarrah bin Sinnan berteriak kepadanya : “Hasan engkau telah musyrik seperti bapakmu !”Ia lalu mendekati Hasan dan menusuk pahanya dengan sebilah belati hingga menembus tulangnya.

Hasan melompat dari kudanya dan balik menyerang laki-laki durjana tersebut. Terjadi pergumulan antara keduanya. Lalu datanglah pembantu Hasan memukulkan batu ke wajah penyerang tersebut hingga tewas. 

Karena kekacauan ini beliau harus sampai diungsikan di tempat yang aman dan menjalani perawatan hingga sembuh di tempat tersebut.

3. Gejolak di pasukan khusus kekhalifahan.

Pasukan khusus yang dikenal kemampuan dan loyalitasnya kepada Husain, sempat marah besar. Sebuah riwayat mengatakan bahwa tubuh-tubuh mereka hingga menggigil karena marah begitu mendengar bahwa pemimpin tertinggi mereka “menyerah” kepada Mu’awiyah. 

Pasukan sangat terlatih yang jumlahnya mencapai 12.000 personil ini, bahkan menyatakan sumpah tidak akan menyarungkan pedang-pedang mereka.

Hasan lalu mengirimkan surat kepada Qais bin Sa’ad bin Ubadah yang saat itu menjadi komandan pasukan khusus (baca kisah kedermawanannya disini :https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=673312494414089&id=100052060325794&mibextid=Nif5oz ) 

Qais lalu membacakan surat tersebut kepada anggota pasukannya yang di antara isinya : 

يا ايها الناس اتاكم امران لا بد لكم من احدهما : دخول فى الفتنة، او قتل مع غير امام

“Wahai manusia sekalian, telah datang kepada kalian dua pilihan, yang harus kalian pilih salah satunya. Kalian boleh memilih ikut dalam fitnah yang sedang terjadi, atau silahkan terus berperang tanpa adanya pemimpin.”

Akhirnya pasukan ini bisa ditenangkan lalu menyatakan patuh kepada Husain dan turut berbai’ah kepada Mu’awiyah.

_____
📜 : Hasan bin Ali li Syaikh Shalabi hal. 352-367, Bidayah wa Nihayah (7/229).

Post a Comment

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Previous Next

نموذج الاتصال