MEMAHAMI GEMPA MEGATHRUST
Ramainya perbincangan mengenai gempa megathrust belakangan ini membuat beberapa ahli kebumian bertanya-tanya. Apakah masyarakat sudah benar dalam memaknai arti gempa megathrust?
Ternyata masih banyak yang belum tepat dalam memahaminya.
Gempa megathrust dipahami sebagai sesuatu yang baru dan segera akan terjadi dalam waktu dekat, berkekuatan sangat besar, dan menimbulkan kerusakan dan tsunami dahsyat. Pemahaman seperti ini tentu saja kurang tepat.
Zona megathrust sebenarnya sekadar istilah untuk menyebutkan sumber gempa tumbukan lempeng di kedalaman dangkal. Dalam hal ini, lempeng samudra yang menunjam ke bawah lempeng benua membentuk medan tegangan (stress) pada bidang kontak antar lempeng yang kemudian dapat bergeser secara tiba-tiba memicu gempa. Jika terjadi gempa, maka bagian lempeng benua yang berada di atas lempeng samudra bergerak terdorong naik (thrusting).
Jalur subduksi lempeng umumnya sangat panjang dengan kedalaman dangkal mencakup bidang kontak antar lempeng.
Dalam perkembangannya, zona subduksi diasumsikan sebagai “patahan naik yang besar”, yang kini populer disebut sebagai zona megathrust.
*Bukan hal baru*
Zona megathrust bukanlah hal baru. Di Indonesia, zona sumber gempa ini sudah ada sejak jutaan tahun lalu saat terbentuknya rangkaian busur kepulauan Indonesia.
Zona megathrust berada di zona subduksi aktif, seperti: (1) subduksi Sunda mencakup Sumatra, Jawa, Bali, Lombok, dan Sumba, (2) subduksi Banda, (3) subduksi Lempeng Laut Maluku, (4) subduksi Sulawesi, (5) subduksi Lempeng Laut Filipina, dan (6) subduksi Utara Papua.
Saat ini segmen zona megathrust Indonesia sudah dapat dikenali potensinya.
Seluruh aktivitas gempa yang bersumber di zona megathrust disebut sebagai gempa megathrust dan tidak selalu berkekuatan besar.
*Megathrust Selatan Jawa*
Dalam buku Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia tahun 2017 disebutkan bahwa di Samudra Hindia selatan Jawa terdapat 3 segmentasi megathrust, yaitu (1) Segmen Jawa Timur, (2) Segmen Jawa Tengah-Jawa Barat, dan (3) Segmen Banten-Selat Sunda.
Ketiga segmen megathrust ini memiliki magnitudo tertarget M8,7.
Namun demikian, jika skenario model dibuat dengan asumsi 2 segmen megathrust yang "bergerak" secara simultan maka magnitudo gempa yang dihasilkan bisa lebih besar dari 8,7.
Besarnya magnitudo gempa yang disampaikan tersebut adalah potensi skenario terburuk (worst case) bukan prediksi yang akan terjadi dalam waktu dekat, sehingga kapan terjadinya tidak ada satu pun orang yang tahu.
Untuk itu, dalam ketidakpastian kapan terjadinya, kita semua harus melakukan upaya mitigasi.
Hasil monitoring BMKG menunjukkan bahwa zona megathrust selatan Jawa memang sangat aktif yang tampak dalam peta aktivitas kegempaannya (seismisitas).
Dalam catatan sejarah, sejak tahun 1700 zona megathrust selatan Jawa sudah beberapa kali terjadi aktivitas gempa besar (major earthquake) dan dahsyat (great earthquake).
Gempa besar dengan magnitudo antara 7,0 dan 7,9 yang bersumber di zona megathrust selatan Jawa sudah terjadi sebanyak 8 kali, yaitu: tahun 1903 (M7,9), 1921 (M7,5), 1937 (M7,2), 1981 (M7,0), 1994 (M7,6), 2006 (M7,8) dan 2009 (M7,3)
Sementara itu, gempa dahsyat dengan magnitudo 8,0 atau lebih besar yang bersumber di zona megathrust selatan Jawa sudah terjadi 3 kali, yaitu: tahun 1780 (M8,5), 1859 (M8,5), dan 1943 (M8,1). Sedangkan untuk gempa dengan kekuatan 9,0 atau lebih besar di selatan Jawa belum tercatat dalam katalog sejarah gempa.
*Tsunami Selatan Jawa*
Wilayah selatan Jawa sudah beberapa kali terjadi tsunami. Bukti adanya peristiwa tsunami selatan Jawa dapat dijumpai dalam katalog tsunami Indonesia BMKG, dimana tsunami pernah terjadi diantaranya tahun 1840, 1859, 1921, 1921, 1994, dan 2006.
Selain data tersebut, hasil penelitian paleotsunami juga mengonfirmasi adanya jejak tsunami yang berulang terjadi di selatan Jawa di masa lalu.
Seringnya zona selatan Jawa dilanda gempa dan tsunami adalah risiko yang harus dihadapi oleh masyarakat yang tinggal dan menumpang hidup di pertemuan batas lempeng tektonik. Sehingga mau tidak mau, suka tidak suka, inilah risiko yang harus dihadapi. Apakah dengan kita hidup berdekatan dengan zona megathrust lantas kita selalu dicekam rasa cemas dan takut? Tidak perlu, karena dengan mewujudkan upaya mitigasi yang kongkrit maka kita dapat meminimalkan risiko, sehingga kita masih dapat hidup aman dan nyaman di daerah rawan bencana.
BMKG Mengapresiasi hasil riset para Ahli dari ITB tersebut, yang sebetulnya penelitian tersebut juga dilakukan bersama BMKG dengan menggunakan sebagian data dan analisis BMKG. Bapak Rahmat Triyono (Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG) menyampaikan apresiasi hasil riset tersebut. ”Sebetulnya bukan hal yang baru, karena beberapa tahun yang lalu beberapa penelitian yang serupa telah dilakukan oleh beberapa peneliti yang lain dengan hasil yang kurang lebih sama, meskipun dilakukan dengan metoda dan pendekatan yang berbeda. Para peneliti menganalisis perihal adanya ancaman tersebut. Ancaman itu TERJADI atau TIDAK, belum ada yang bisa memprediksi secara tepat kapan terjadinya. Namun adanya potensi itu memang betul”.
Potensi gempa magnitudo (M) 9,1 yang dapat memicu TSUNAMI hingga 20 meter yang dimodelkan dalam penelitian tersebut adalah SKENARIO TERBURUK dari Zona Gempa MEGATHRUST. Artinya, untuk daerah pantai yang berada pada elevasi lebih dari 20 meter dari rata-rata permukaan air laut, akan relatif aman dari tsunami. Dalam menyiapkan jalur dan tempat evakuasi, hal tersebut perlu diperhatikan pula. Skenario terburuk adalah skenario terbaik untuk upaya mitigasi. Jangan sampai mitigasi yang disiapkan berdasarkan skenario dengan potensi ancaman paling kecil. Justru nanti malah tidak siap jika skenario terburuk benar-benar terjadi.
Perlu diingat bahwa Potensi gempabumi yang dapat memicu tsunami dari zona megathrust ini bukan hanya di Selatan Jawa namun di seluruh Zona Megathrust dari Barat Sumatera hingga Selatan Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Bahkan pada daerah Subduksi Banda, Subduksi Lempeng Laut Maluku, Subduksi Sulawesi, Subduksi Lempeng Laut Filipina dan Subduksi Utara Papua.
Menurut Kepala Bidang Mitigasi gempabumi dan Tsunami BMKG , Bapak @daryonobmkg “Meskipun Kajian Ilmiah dan permodelan dapat menentukan POTENSI MAGNITUDO maksimum GEMPA MEGATHRUST, pada kenyataannya hingga saat ini belum ada teknologi yang mampu memprediksi secara tepat dan akurat kapan dan dimana gempa akan terjadi.” Dalam ketidakpastian ini, maka yang perlu dilakukan adalah upaya mitigasi dengan menyiapkan langkah-langkah kongkrit untuk meminimalkan risiko kerugian sosial ekonomi dan korban jiwa.
Kecemasan publik akibat informasi potensi gempa megathrust Selatan Jawa muncul akibat salah paham. Para ahli menciptakan model potensi bencana, yang tujuannya untuk acuan mitigasi. Tetapi masyarakat memahaminya seolah-olah akan terjadi bencana besar dalam waktu dekat. Itulah masalah KOMUNIKASI SAINS yang harus terus kita perbaiki.
Perlu dicatat bahwa potensi gempa megathrust di Selatan Jawa bukanlah hal yang baru diketahui. Bahkan Sistem Monitoring dan Peringatan Dini Tsunami di BMKG dibangun pada tahun 2008 justru untuk menjaga gempa-gempa dan tsunami yang berpotensi terjadi di zona tersebut. Zona Megathrust ini sudah ada sejak jutaan tahun lalu saat terbentuknya rangkaian busur Kepulauan Indonesia. (simak informasi mengenai sejarah gempa megathrust selatan Jawa di postingan yang akan datang).
Oleh karena itu, diharapkan informasi seperti ini dipahami dan direspon dengan baik oleh masyarakat dan pemerintah dengan menyiapkan langkah mitigasi seperti sosialisasi mitigasi, latihan evakuasi, menata dan memasang rambu evakuasi, tempat evakuasi sementara, merancang bangunan tahan gempa, menata ruang pantai berbasis risiko tsunami dan meningkatkan performa sistem peringatan dini tsunami. Kami juga berharap agar masyarakat meningkatkan literasi dengan tidak terpancing dengan judul berita yang meresahkan serta tidak menyebarkan informasi setengah-setengah agar tidak menimbulkan salah persepsi dan hoax ditengah masyarakat.
Indonesia adl salah satu zona seismik paling aktif, memiliki tdk kurang 295 sesar aktif & 5 zona subduksi : Sunda, Banda, Sulut, Laut Maluku, Papua Utara.
Indonesia diapit 3 lempeng tektonik: Indo-Australia di selatan, Eurasia di utara & Pasifik di timur. Akibat pergerakan relatif ke 3 lempeng mengakibatkan salah satunya interaksi saling tindih antar lempeng. Interaksi itu disbt ZONA SUBDUKSI / ZONA MEGA THRUST / ZONA PENUNJAMAN.
Source:
Dr.DARYONO
BMKG
Comments