Skip to main content

JIKA DUNIA TARGET AMBISI


JIKA DUNIA TARGET AMBISI


Manusia dgn segala kelebihan yg diberikan tetap sering kalah oleh hawa nafsunya. Nafsu yg menjadi instrumen dalam memberi pengaruh atas tingkah laku dalam memenuhi kebutuhan² manusia supaya mampu tetap bertahan hidup dan bereproduksi melanjutkan generasi umat manusia.
Dalam kitab tafsir tematik spritual dan akhlak, disebutkan bahwa pada umumnya nafsu manusia dihubungkan dgn kebutuhan biologis, materialisme, atau yg bersifat keduniawian bendawi. Sehingga, sifat² buruk berpotensi untuk melekat dan mendarah daging dgn hasil akhirnya akan menjadikan insan tsb bebal dan jauh dari rabb-nya.
Salah satu sifat buruk yg acap kali hinggap dalam setiap insan adalah ambisius. Ambisius dalam KBBI, disebutkan sbg sifat dan sikap berkeinginan keras mencapai sesuatu. Ambisius akan menimbulkan dorongan atau keinginan keras yg sejatinya dimiliki oleh setiap orang.

Ambisius, sebenarnya adalah sifat positif jika mampu untuk dikendalikan sehingga menjadikan pribadi seseorang semangat dalam menggapai apa yg menjadi goal atau tujuannya. Namun akan menjadi sifat yg merugikan dirinya tatkala sudah ditunggangi oleh hawa nafsu, sehingga akan menjadikan pribadi seorang insan yg tamak. Sifat ini sudah diwanti2 oleh Rasulullah shalallahu alaihi wasallam kepada para sahabatnya 1400 tahun silam.

Semangatnya seorang insan, agar terus menerus mengumpulkan harta dan kemewahan dunia lainnya. Semangat seperti ini merupakan embrio dari karakteristik ambisius yg tercela jika sampai membuat lalai dari ketaatan dan hati menjadi sibuk dengan dunia daripada akhirat.

Imam Al-Tirmidzi rahimahullah (wafat 892 M di Uzbekistan) juga meriwayatkan dari Sahabat Ka’ab bin Malik Al-Anshari radhiallahu anhu (wafat 40 H / 660 M di Jannatul Baqi' Madinah) beliau berkata : Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda : “Tidaklah dua ekor serigala yg lapar dikirimkan pada seekor kambing itu lebih berbahaya daripada ambisiusnya (tamak) seseorang pada harta dan kedudukan dalam membahayakan agamanya.” (HR. Imam At-Tirmidzi rahimahullah wafat 892 M di Uzbekistan).

Imam Al-Baihaqi Asy-Syafi'i rahimahullah (wafat 1066 M di Naisabur Iran), dalam kitab Syu’ab Al-Iman meriwayatkan hadits yg berbunyi : “Cinta dunia adalah biang semua kesalahan”. Lantas apa yg akan dilakukan dalam menjauhinya ? Yaitu dgn senantiasa bersyukur atas apa yg Allah sudah berikan dan Allah takdirkan.

Maksud Harta Kemuliaan Dunia
Terdapat sebuah hadits yg menyebutkan bahwa kemuliaan penduduk dunia adalah dgn memiliki banyak harta. Bagaimana maksud hadits ini ? Apakah hadits ini adalah motivasi untuk mengumpulkan harta sebanyak²nya ?

Dari riwayat Abu Buraidah Al-Aslami Radhiallahu’anhu (wafat 685 M, Marw, Turkmenistan), bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
إِنَّ أَحْسَابَ أَهْلِ الدُّنْيَا هَذَا الْمَالُ
“Sesungguhnya ahsab (kemuliaan) bagi penduduk dunia adalah harta”. (HR. Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah wafat 855 M di Baghdad Irak).
Dalam riwayat hadits yg lain :
إنَّ أحسابَ أهلِ الدنيا الذين يذهبونَ إليه هذا المالُ
“Sesungguhnya ahsab (kemuliaan) bagi penduduk dunia, yg senantiasa mereka kejar², adalah harta” (HR. Imam An-Nasa’i rahimahullah wafat 915 M di Makkah).

Syaikhul Hadits Al-Imam Al-Hafidz Zainuddin Abu Al-Fadhl Abdurrahim bin Al-Husain bin Abdurrahman bin Abi Bakr bin Ibrahim Al-Iraqi Asy-Syafi'i Al-Asy'ari Al-Mishri atau Al-Hafidh Al-Iraqi Rahimahullah (wafat 24 Februari 1404 M / 8 Sya'ban 806 H di Kairo Mesir dalam usia 81 tahun), menjelaskan makna "ahsab" dalam hadits tsb :

الْحَسَبُ بِفَتْحِ السِّينِ أَصْلُهُ الشَّرَفُ بِالْآبَاءِ وَمَا يُعِدُّهُ الْإِنْسَانُ مِنْ مَفَاخِرِهِمْ وَجَمْعُهُ أَحْسَابٌ

“Al-Hasab dgn huruf sin di-fathah, maknanya adalah kemuliaan terhadap nenek moyang dan hal² yg dianggap kebanggaan oleh manusia. Bentuk jamaknya adalah ahsab”. (Kitab Tharhu At-Tatsrib Fi Syarhi At-Taqrib, 7: 19).

Kemudian beliau lanjut menjelaskan :
هَذَا الْحَدِيثُ يَحْتَمِلُ أَنْ يَكُونَ خَرَجَ مَخْرَجَ الذَّمِّ لِذَلِكَ؛ لِأَنَّ الْأَحْسَابَ إنَّمَا هِيَ بِالْإِنْسَانِ لَا بِالْمَالِ فَصَاحِبُ النَّسَبِ الْعَالِي هُوَ الْحَسِيبُ، وَلَوْ كَانَ فَقِيرًا وَالْوَضِيعُ فِي نَسَبِهِ لَيْسَ حَسِيبًا وَلَوْ كَانَ ذَا مَالٍ وَيَحْتَمِلُ أَنْ يَكُونَ خَرَجَ مَخْرَجَ التَّقْرِيرِ لَهُ وَالْإِعْلَامِ بِصِحَّتِهِ وَإِنْ تَفَاخَرَ الْإِنْسَانُ بِآبَائِهِ الَّذِينَ انْقَرَضُوا مَعَ فَقْرِهِ لَا يَحْصُلُ لَهُ حَسَبٌ وَإِنَّمَا يَكُونُ حَسَبُهُ وَشَرَفُهُ بِمَالِهِ فَهُوَ الَّذِي يَرْفَعُ شَأْنَهُ فِي الدُّنْيَا وَإِنْ لَمْ يَكُنْ طَيِّبَ النَّسَبِ

“Hadits ini bisa bermakna celaan (terhadap harta). Karena kemuliaan sesungguhnya dimiliki oleh orang yg bernasab mulia, walaupun dia fakir. Orang yg nasabnya rendah, maka ia bukan orang yg punya ahsab, walaupun dia kaya raya."

Atau hadits tsb bisa bermakna pemberitahuan tentang benarnya suatu fakta. Karena orang yg berbangga dgn nasabnya ketika dia miskin, maka ia tidak mendapatkan kemuliaan. Ia akan mendapatkan kemuliaan dgn hartanya. Inilah yg akan meninggikan dia di dunia, walaupun ia tidak baik nasabnya”. (Kitab Tharhu At-Tatsrib, 7 : 20).

Ambisi Akherat Lebih Kuat
Makanya, sbg seorang muslim, harus memiliki ambisi akhirat yg melampaui ambisi keduniawian. Dari Sahabat Zaid bin Tsabit An-Najjari Al-Anshari Radhiyallahu anhu (wafat 665 M di Jannatul Baqi' Madinah), ia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda 

مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ ، فَرَّقَ اللهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ ِ، وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ ، وَمَنْ كَانَتِ الْآخِرَةُ نِيَّـتَهُ ، جَمَعَ اللهُ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ غِنَاهُ فِيْ قَلْبِهِ ، وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ.

"Barang siapa yg tujuan hidupnya adalah dunia, maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia tidak mendapatkan dunia kecuali menurut ketentuan yg telah ditetapkan baginya. Barang siapa yg niat (tujuan) hidupnya adalah negeri akhirat, Allah akan mengumpulkan urusannya, menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina.”
Hadits ini shahih, diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah (wafat 855 M di Baghdad Irak) dalam Musnadnya; Imam Ibnu Majah rahimahullah (wafat 887 M di Qazwin Iran); Imam Ibnu Hibban rahimahullah (wafat 965 M di Afghanistan); Imam Al-Baihaqi Asy-Syafi'i rahimahullah (wafat 1066 M di Naisabur Iran; Lafadh hadits ini milik Imam Ibnu Majah rahimahullah).
Maka, orang yg berambisi meraih dunianya bermacam², orang itu justru akan menemui kehancurannya sendiri. Oleh karena itu, jangan sampai kita rakus dan terlena dgn pencapaian dunia sbg ukuran kesuksesan seorang hamba Allah subhanahu wa ta'ala.

Sebagaimana peringatan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, dalam hadits yg lain, ''Siapa yg menjadikan ambisinya semata² untuk meraih akhirat, Allah akan mencukupi kebutuhan dunianya. Tapi siapa yg ambisi meraih dunianya bermacam², Allah tidak akan pernah peduli dgn yg ia inginkan. Ia justru akan menemui kehancurannya sendiri.'' (HR. Imam Ibnu Majah rahimahullah dari Sahabat Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu Anhu wafat 650 M di Jannatul Baqi' Madinah).

Dalam hadits qudsi, Allah subhanahu wa ta'ala berfirman, ''Wahai anak cucu Adam, kalian mencurahkan segala ibadah hanya karena ingin ridla-Ku, pasti akan Aku penuhi hatimu dgn kekayaan. Aku juga akan tutup kefakiranmu. Jika tidak demikian, Aku akan penuhi hatimu dgn segala kesibukan. Aku juga tidak akan menutupi kefakiranmu.'' (HR. Imam Ibnu Majah rahimahullah dari Sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu wafat 678 M di Jannatul Baqi' Madinah)
Ada pesan dari seorang ulama besar salaf, Al-Imam Abbul Khaththab Qatadah bin Di’amah As-Sadusi Al-Bashri atau Imam Qatadah rahimahullah (wafat 735 M di Basrah Iraq), murid dari Al-Imam Hasan Al-Bashri rahimahullah (wafat 10 Oktober 728 M di Basrah Iraq), sbg berikut :
“Barangsiapa yg menjadikan dunia (sebagai) target (utama), niat dan ambisinya, maka Allah subhanahu wa ta'ala akan membalas kebaikan²nya (dengan balasan) di dunia. Kemudian di akhirat (kelak), dia tidak memiliki kebaikan untuk diberikan balasan.

 Adapun orang yg beriman, maka kebaikan²nya akan mendapat balasan di dunia dan memperoleh pahala di akhirat (kelak)”.
Mukmin Yang Cerdas
Mukmin cerdas tidak menggantungkan harapan yg berlebihan pada dunia dgn segala isinya, bahkan semakin hebat badai dunia menggilas, semakin tegar keterikatannya pada Allah subhanahu wa ta’ala. Ini terwujud dalam lentera keimanannya, karena dia tahu kehebatan dunia bagai fatamorgana dan betapa berharganya kehidupan akhirat.

Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam pernah ditanya :

يا رسولَ اللَّهِ أيُّ المؤمنينَ أفضلُ ؟ قالَ : أَحسنُهُم خُلقًا ، قالَ : فأيُّ المؤمنينَ أَكْيَسُ ؟ قالَ : أَكْثرُهُم للمَوتِ ذِكْرًا ، وأحسنُهُم لما بعدَهُ استِعدادًا ، أولئِكَ الأَكْياسُ

“Wahai Rasulullah, orang Mu’min mana yg paling utama? Nabi menjawab: ‘yg paling baik akhlaknya’. Orang Anshar bertanya lagi : lalu orang Mu’min mana yg paling cerdas ? Nabi menjawab : ‘yg paling banyak mengingat mati, dan yg paling baik dalam menyiapkan bekal untuk akhiratnya, itulah orang² yg cerdas”. (HR. Imam Ibnu Majah rahimahullah).

Sebagian ulama salaf berkata : “Bersikap ridhalah kepada Allah pada segala sesuatu yg Dia lakukan padamu, karena tidaklah Dia menahanmu kecuali untuk memberimu, tidaklah Dia mengujimu kecuali untuk menyelamatkanmu, tidaklah Dia yg membuatmu sakit kecuali agar menyembuhkanmu, Dan tidaklah Dia mewafatkanmu kecuali agar menghidupkanmu. Jangan sampai kamu terpisah dari ridha kepadaNya sekejap matapun, yg bisa membuatmu jatuh di mataNya.” (Kitab Madarijus Shalihin, 2/216, karya Al-Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah Al-Hanbali rahimahullah wafat 15 September 1350 M di Damaskus, Suriah).

اللَّهُمَّ قِنِي شُحَّ نَفْسِي وَاجْعَلْنِي مِنَ الْمُفْلِحِينَ

“Allahumma qinii syuhha nafsii, waj’alnii minal muflihiin” (Ya Allah, hilangkanlah dariku sifat pelit (lagi tamak), dan jadikanlah aku orang² yg beruntung).
Doa Sayidina Umar bin Khattab radliyallahu anhu (wafat 3 November 644 M, Masjid Madinah).
berikut :

اللَّهُمَّ اجْعَلْ غِنَائِي فِي قَلْبِي، وَرَغِّبْنِي فِيمَا عِنْدَكَ، وَبَارِكْ لِي فِيمَا رَزَقْتَنِي، وَأَغْنِنِي مِمَّا حَرَّمْتَ عَلَيَّ

"Ya Allah, jadikan kekayaanku di dalam hatiku, senangkan aku terhadap sesuatu yg ada di sisi-Mu, berkahi rizeki yg telah Engkau berikan padaku, dan cukupkan aku dari sesuatu Engkau halangi dariku." (HR. Imam Ibnu Abi Syaibah rahimahullah wafat 235 H / 849 M
dalam Kitab Al-Mushonnaf; Guru dari Imam Bukhari rahimahullah, Imam Muslim rahimahullah, Imam Abu Daud rahimahullah, dan Imam Ibnu Majah rahimahullah).

اَللهُمَّ اِنَّا نَسْئَلُكَ سَلاَمَةً فِى الدِّيْنِ وَعَافِيَةً فِى الْجَسَدِ وَزِيَادَةً فِى الْعِلْمِ وَبَرَكَةً فِى الرِّزْقِ وَتَوْبَةً قَبْلَ الْمَوْتِ وَرَحْمَةً عِنْدَ الْمَوْتِ وَمَغْفِرَةً بَعْدَ الْمَوْتِ. اَللهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا فِىْ سَكَرَاتِ الْمَوْتِ وَالنَّجَاةَ مِنَ النَّارِ وَالْعَفْوَ عِنْدَ الْحِسَابِ

"Ya Allah, sesungguhnya kami memohon kepada-Mu keselamatan ketika beragama, kesehatan badan, limpahan ilmu, keberkahan rezeki, taubat sebelum datangnya maut, rahmat pada saat datangnya maut, dan ampunan setelah datangnya maut. Ya Allah, mudahkanlah kami dalam menghadapi sakaratul maut, berikanlah kami keselamatan dari api neraka, dan ampunan pada saat hisab"

اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ, عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ, مَا عَلِمْتُ مِنْهُ وَمَا لَمْ أَعْلَمْ, وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الشَّرِّ كُلِّهِ, عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ, مَا عَلِمْتُ مِنْهُ وَمَا لَمْ أَعْلَمْ, اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ اَلْجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ, وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ مِنْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ, وَأَسْأَلُكَ مِنَ الخَيْرِ مَا سَأَلَكَ عَبْدُكَ وَرَسُوْلُكَ مُحَمَّدٌ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَسْتَعِيْذُكَ مِمَّا اسْتَعَاذَكَ مِنْهُ عَبْدُكَ وَرَسُوْلُكَ مُحَمَّدٌ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَسْأَلُكَ مَا قَضَيْتَ لِيْ مِنْ أَمْرٍ أَنْ تَجْعَلَ عَاقِبَتَهُ رَشَدًا بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

"Ya Allah, kepada-Mu kumohon kebaikan dengan segala jenisnya baik dalam waktu dekat maupun waktu jauh di depan, baik yg kuketahui maupun yg tidak kuketahui. Kepada-Mu juga aku berlindung dari segala keburukan dgn segala jenisnya baik yg dalam waktu dekat maupun waktu jauh di depan, baik yg kuketahui maupun yg tidak kuketahui. Ya Allah, kepada-Mu kumohon surga serta ucapan dan tindakan yang mendekatkanku padanya. Kepada-Mu aku berlindung dari neraka surga serta ucapan dan tindakan yg mendekatkanku padanya. Aku memohon kebaikan apa saja yg pernah diminta oleh hamba dan rasul-Mu Muhammad shalallahu alaihi wasallam. Aku juga berlindung kepada-Mu dari keburukan apa saja yg pernah dimintakan perlindungan oleh hamba dan rasul-Mu Muhammad shalallahu alaihi wasallam. Aku juga memohon kepada-Mu, agar kesudahan dari apa yg Kau tentukan dapat menjadi petunjuk bagiku dgn rahmat-Mu, Wahai Zat yg Maha Pengasih".
(Hadits ini diriwayatkan oleh Sayyidatina Ummul Mukminin Aisyah Radhiyallahu Anha wafat 678 M di Jannatul Baqi' Madinah. Hadits riwayat Imam Ibnu Majah rahimahullah dan disahihkan oleh Ibnu Hibban rahimahullah dan Imam Al-Hakim rahimahullah). 
Doa ini kemudian dikutip oleh Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ihya Ulumuddin

Comments