4 Azab Umat Terdahulu yang Dihilangkan di Zaman Rasulullah
Hubungan Allah dan umat sebelum Nabi Muhammad SAW berbeda dengan hubungan Allah dan umat di zaman Nabi Muhammad SAW. Ketika kekufuran dan maksiat merajalela, Allah langsung menurunkan azabnya untuk umat tersebut. Tetapi di zaman Nabi Muhammad SAW, Allah cenderung menahan azab-Nya yang luar biasa. Semua ini tidak lepas dari doa Rasulullah SAW karena kasih saying beliau kepada umatnya.
Syahdan, Rasulullah SAW merenung ketika menerima Surat Al-An’am ayat 65. Beliau menimbang empat bentuk azab dari segi kedahsyatannya lalu kemudian berdoa agar Allah menahan empat jenis azab tersebut untuk umatnya.
Adapun Surat Al-An’am ayat 65 berbunyi sebagai berikut:
قُلْ هُوَ الْقَادِرُ عَلَىٰ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَابًا مِنْ فَوْقِكُمْ أَوْ مِنْ تَحْتِ أَرْجُلِكُمْ أَوْ يَلْبِسَكُمْ شِيَعًا وَيُذِيقَ بَعْضَكُمْ بَأْسَ بَعْضٍ ۗ انْظُرْ كَيْفَ نُصَرِّفُ الْآيَاتِ لَعَلَّهُمْ يَفْقَهُونَ
Artinya, “Katakan, ‘Dia berkuasa untuk mengirimkan kepadamu azab dari atas kamu atau dari bawah kakimu; atau untuk mencampurkan kamu dalam firkah-firkah (yang saling berseteru) dan menimpakan kekerasan sebagian kamu kepada sebagian yang lain.’ Perhatikan bagaimana Kami menunjukkan silih berganti tanda kebesaran Kami agar mereka memahami,” (Surat Al-An’am ayat 65).
Menurut Rasulullah, dua jenis azab terakhir yang paling ringan dari empat jenis azab yang pernah diturunkan kepada umat-umat nabi terdahulu. Pertimbangan Rasulullah ini dikutip Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Badzlul Ma‘un fi Fadhlit Tha‘un, [Riyadh, Darul Ashimah: tanpa tahun] sebagai berikut.
عن جَابِر بْن عَبْدِ اللَّهِ يَقُولُ لَمَّا نَزَلَتْ هَذِهِ الْآيَة "قُلْ هُوَ الْقَادِرُ عَلَى أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَابًا مِنْ فَوْقِكُمْ أَوْ مِنْ تَحْتِ أَرْجُلِكُمْ" قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ "أَعُوذُ بِوَجْهِكَ" فَلَمَّا نَزَلَتْ "أَوْ يَلْبِسَكُمْ شِيَعًا وَيُذِيقَ بَعْضَكُمْ بَأْسَ بَعْضٍ" قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَاتَانِ أَهْوَنُ أَوْ أَيْسَرُ
Artinya, “Dari Jabir bin Abdillah, ia bercerita, ketika (Surat Al-An’am) ayat (65) ini turun ‘Dia berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu,’ Rasulullah SAW berdoa, ‘Aku berlindung dengan zat-Mu.’ Ketika ‘atau (Dia berkuasa) untuk mencampurkan kamu dalam firkah-firkah (yang saling berseteru) dan menimpakan kekerasan sebagian kamu kepada sebagian yang lain,’ Rasulullah SAW menanggapi, ‘Kedua ini lebih ringan atau lebih mudah,’” (HR Bukhari, At-Tirmidzi, Ibnu Hibban, Abu Ya‘la, dan Ibnu Asakir).
Adapun berikut ini adalah permohonan Rasulullah. Tetapi Allah hanya mengabulkan setengahnya sebagaimana dikutip oleh Al-Asqalani dalam Badzlul Ma‘un dan Fathul Bari.
دعوت الله أن يرفع عن أمتي أربعا فرفع عنهم اثنتين وأبى أن يرفع عنهم اثنتين دعوت الله أن يرفع عنهم الرجم من السماء والخسف من الأرض وأن لا يلبسهم شيعا ويذيق بعضهم بأس بعض فرفع الله عنهم والخسف والرجم وأبى الله أن يرفع عنهم الأخيرتين
Artinya, “Aku berdoa agar Allah agar menghilangkan empat jenis azab, lalu Allah mengabulkan yang dua, dan enggan menghilangkan dua jenis lainnya. Aku berdoa kepada Allah untuk menghilangkan lemparan (batu) dari langit, penelanan (pembenaman seperti Qarun atau penenggelaman zaman Nabi Nuh) oleh bumi, pencampuran dengan keragaman kelompok sosial yang bertentangan, dan penderitaan akibat kekerasan dari sebagian kelompok Muslim lainnya. Allah menghilangkan lemparan (batu) dari langit dan penelanan bumi. Dia enggan menghilangkan dua permintaan terakhir,” (Al-Asqalani, Badzlul Ma‘un: 124-125).
Lalu bagaimana kita memaknai hadits tersebut di tengah peristiwa-peristiwa yang serupa dengan azab umat terdahulu? Menurut Al-Asqalani, semua bentuk bencana itu mungkin saja dan kenyataannya sebagian sudah terjadi. Tetapi bencana tersebut tidak dianggap sebagai azab yang membinasakan umat Islam secara keseluruhan.
وقد وقع الرجم والخسف والغرق وتسليط العدو الكافر على بعض الأمة وعلى بعض البلاد فدل على أن المراد بنفي ذلك عن الأمة نفيه عن جميعهم وأن وقوع ذلك لبعضهم لا يقدح في صحة الحديث لصلاحية اللفظ لإرادة الكل والبعض
Artinya, “Lemparan batu, pembenaman bumi, penenggelaman, dan pendudukan orang kafr pada sebagian umat atau sebagian negeri memang terjadi. Jadi, hadits ini menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan penghilangan azab dari umat Islam ini adalah penghilangan azab terhadap mereka secara keseluruhan. Adapun kejadian yang menimpa sebagian umat Islam tidak mencederai kesahihan hadits ini karena kepatutan lafalnya dengan maksudnya secara keseluruhan dan sebagian,” (Al-Asqalani, Badzlul Ma‘un: 125).
Allah memang hanya mengabulkan setengah dari permohonan Rasulullah, yaitu dua azab yang paling ringan. Meski azab ringan, perselisihan dan pertikaian yang mendera umat Islam tetap merupakan sebuah azab Allah yang memudharatkan dan menyengsarakan sebagaimana perang saudara atas nama Allah, negara Islam, agama Islam, ulama, Al-Qur’an, atau atas nama Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, kita tetap memohon perlindungan kepada Allah dari semua jenis azab-Nya meski yang paling ringan.
الاختلاف والفتنة أيسر من الاستئصال والانتقام بعذاب الله ، وإن كانت الفتنة من عذاب الله لكن هى أخف ؛ لأنها كفارة للمؤمنين ، أعاذنا الله من عذابه ونقمه
Artinya, “Ikhtilaf dan fitnah/kekacauan lebih mudah daripada pembinasaan dan penyiksaan dengan azab Allah. Sekalipun bagian dari azab-Nya, fitnah masih tetap lebih ringan karena fitnah adalah penghapusan dosa bagi orang beriman. Semoga Allah melindungi kita dari azab dan siksa-Nya,” (Ibnu Bathal Al-Qurthubi, Syarah Shahih Bukhari, [Riyadh, Maktabah Ar-Rusyd-As-Sa’udiyyah, 2003 M/1423 H], juz 10, halaman 360).
Adapun wabah penyakit yang terjadi berlaku sebagai azab umat terdahulu (Bani Israil) dan sebagai rahmat bagi orang beriman di zaman Rasulullah. Siti Aisyah RA meriwayatkan hadits yang mengandung ganjaran besar bagi umat Islam atas kesabaran dan pengertiannya terhadap ketentuan Allah serta menahan diri di daerah masing-masing.
عن عائشة زوج النبي صلى الله عليه وسلم أنها أخبرتنا أنها سألت رسول الله صلى الله عليه وسلم عن الطاعون فأخبرها نبي الله صلى الله عليه وسلم أنه كان عذابا يبعثه الله على من يشاء فجعله الله رحمة للمؤمنين فليس من عبد يقع الطاعون فيمكث في بلده صابرا يعلم أنه لن يصيبه إلا ما كتب الله له إلا كان له مثل أجر الشهيد
Artinya, “Dari Siti Aisyah RA, ia mengabarkan kepada kami bahwa ia bertanya kepada Rasulullah SAW perihal tha‘un, lalu Rasulullah SAW memberitahukannya, ‘Zaman dulu tha’un adalah siksa yang dikirimkan Allah kepada siapa saja yang dikehendaki oleh-Nya, tetapi Allah menjadikannya sebagai rahmat bagi orang beriman. Tiada seorang hamba yang sedang tertimpa tha’un, kemudian menahan diri di negerinya dengan bersabar seraya menyadari bahwa tha’un tidak akan mengenainya selain karena telah menjadi ketentuan Allah untuknya, niscaya ia akan memperoleh ganjaran seperti pahala orang yang mati syahid,’” (HR Bukhari). Wallahu a‘lam. (Alhafiz Kurniawan)